Thursday, January 24, 2013

Bintang (END)


Tahun baru telah tiba. Bintang berlibur lagi ke puncak bersama Nindy dan Richard. Ia ingin menikmati tahun baru pertamanya dengan sang kasih dan sahabatnya. Richard sudah mempersiapkan segala hal yang mereka butuhkan di puncak.
“Bintaaaang. Bantuin gue buat pemanggang siniiii.” Teriak Nindy dari luar halaman. Bintang yang sedari tadi masih dikamar, memperhatikan benda kecil yang pernah sangat berharga untuknya masih tergantung di atas cermin. Tersadar dari lamunannya, Bintang berlari menghampiri Nindy.
Sore datang, setelah mendekor halaman vila Bintang, Nindy dan Richard beristirahat sejenak sedangkan Bintang berjalan-jalan menuju Taman Dorkas. Bintang hanya mengenakan kaos putih tipis karena sedari tadi beberes dan berkeringat.
Tak disangka, ada sosok pria yang sangat familier dimata Bintang. Tetapi kali ini ia sedikit kurus. Rambutnya masih cepak dan berwarna coklat. Bintang sangat yakin jika sosk itu adalah pria yang dulu sempat mengubah hari-harinya. Bintang yang sudah berdegup kencang mulai merencanakan aksinya. Ia ingin terlihat jutek lagi dihadapan sosok tersebut. Bintang berjalan menuju sisi kanan taman itu. Ia langsung duduk di rerumputan dan membuka laptopnya.
Bernard yang sedari tadi merenung di kursi taman merasakan kehadiran seseorang. Ia menengok arah kiri, tapi nihil. Belakang, nihil. Tetapi tiba-tiba pandangan Bernard terhenti di satu titik. Tempat dimana Bintang terduduk. Bintang yang sedang asyik mengetik. Bernard tahu itu kebiasaan Bintang. Rambut Bintang yang dikuncir satu ke atas, rambutnya tak lagi coklat tua melainkan hitam pekat. Tubuh mungilnya yang dulu pernah diangkat oleh Bernard. Seketika bernard merindukan masa-masa itu lagi. Tak membuang waktu, Bernard menghampiri Bintang dan menelungkupkan tangannya di mata Bintang dari arah belakang.
“Woi penculiiiiik. Toloooooong.” Kata Bintang pura-pura panik
“Hahaha hei bocah tengiiil. Kemana aja loooo.” Sapa Bernard riuh
“Balik Yogya. Lo?” tanya Bintang datar.
“Dih, putri cantik berubah jutek lagi nih. Ayolaaah” rayu Bernard.
“Lo kemana aja? Waktu itu gue nunggu lo di taman ini. Gue mau pamitan sama lo. Waktu itu gue mau balik ke Yogya. Lo balik tanpa pamitan sama gue. Lo tega Ber.” Bintang berterus terang.
“Sorry Bintang. Gue.. Gue harus ketemu sama Diana. Dia sakit waktu itu.” Bernard berbohong.
“Lupain. Nanti di villa gue ada acara. Lo dateng bisa?” ajak Bintang.
“Sebisa gue usahain, Princess Bintang.” Bernant mengedipkan satu mata lentikya.
Malam tiba. Acara yang dibuat oleh Bintang, Nindy dan Richard sangat mempesona. Mereka mendekornya seperti keinginan Bintang. Lampu yang sedikit dan hiasan taman nampak seperti mereka berada di hutan sungguhan.
“Hei Bintang, dari tadi gue cariin lo ternyata lo disini. Ngapain sih?” tanya Nindy.
“Hmm gue lagi mikir nih Nin. Tadi gue ketemu sama Bernant. Gue berasa gimana lagi gitu ama dia. Tapi entah deh. Gue kan udah ada Richard. Dia juga udah ada pacar katanya. Gue pengen pendem rasa gue Nin. Tapi ya lo tau lah. Susah.” Kata Bintang di sudut taman yang tak bercaya. Hanya ada satu lampu yang menyinari mereka.
“Oooh jadi gitu. Bernant udah ada di tengah loh. Lo ngundang dia? Iya. Samperin Dia ga bawa cewenya tuh. Lo ga mau nyamperin dia?” tanya Nindy sambil menyikut lengan Bintang.
“Serius tanpa bawa cewenya?” kata Bintang tak percaya.
“Iya. Samperin gih. Soal Richard gampang. Dia lagi sibuk dibelakang sama makanannya hehe.”
Bintang ragu. Ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Bintang merasa bersalah pada Richard. Richard yang selama ini memberikan kasih tanpa Bintang minta tetapi tidak pada Bintang. Bintang yang selalu ingin mencoba untuk mencintai Richard dengan tulus tapi itu semua gagal karena seseorang. Bernant.
“Heh lo, bengong aja. Buruan gih samperin. Daripada dia ngilang lagi loh. Lo mau kehilangan dia buat yang kesekian kalinya?” sadar Nindy.
“Iya bawel. Thanks dear” Bintang mengecup pipi Nindy.
“Gue normal woi.” Teriak Nindy sepeninggal Bintang.
Dari pinggir taman, Bintang melihat Bernant sedang mencari sesuatu.  
“Bintaaaaang!” kata Bernard berhasil temukan Bintang. Bintang yang dipanggil dengan suara keras itu sontak langsung mengarah ke arah Bernant. Ya, sebelumnya Bintang hanya melamun memandang Bernant dari kejauhan.
“Hei Bin, lo yang punya acara kenapa lo ngumpet gitu?” kata Bernard sembari menggandeng tangan Bintang dan mengajaknya ke kursi taman yang berada di belakang acara. Ditemani cahaya nan redup, mereka berbincang tentang apa yang telah terjadi saat mereka terpisah.
“Gue bosen sama Richard. Dia terlalu sayang sama gue. Tapi gue yang nyoba cinta ke dia selalu gagal. Gue malah berasa eneg diperlakuin bak putri gitu. Lo tau kan gue paling ga suka digituin. Tapi dilain sisi gu juga berasa bersalah. Dia kasih gue apa yang ga gue minta. Dia udah korbanin waktunya buat gue. Gue bingung banget harus gimana.” Kata Bintang serius.
“Yaudah, sekarang semua terserah di elo. Orang paling jujur itu hati kecil kita masing-masing. Dari hati kecil lo itu, kalo lo mau ikutin pasti lo bakal lega.” Bernard mengelus pundak Bintang. Bintang merasa gugup lalu mengalihkan pembicaraan.
“Kalo lo gimana?” tanya Bintang.
“Gimana apa?” canda Bernard.
“Gue serius. Gimana elo sama mmm sama...” Bintang tidak meneruskan kalimatnya karena terlalu sakit untuk mengatakan nama perempuan yang telah menjajah hati Bernard lebih dahulu.
“Diana? Gue udah putus. Gue putusin dia sebelum dateng ke puncak ini. Gue ga tahan sama kelakuan dia. Terlalu gila shopping, selalu minta anter shopping, ke salon, dan lain-lain. Gue berasa bukan jadi pacarnya tapi sopirnya. Gue cape. Dan hati kecil gue udah pilih seseorang. Otomatis gue putusin Diana.” Terang Bernard. Bintang tak dapat berkata-kata lagi.
“Gue sayang sama lo, Bin. Gue terlalu ngelak untuk ga cinta sama lo tapi gue gagal. Awalnya gue nembak Diana karena gue pengen pendem perasaan gue ke elo. Maaf, Bin.” Sesal Bernard. Bintang langsung beranjak berdiri dan menyerang Bernard dengan mata tajamnya.
“Lo tega Ber. Waktu awal lo dateng, gue udah ngerasa nyaman. Tapi apa kenyataannya? Lo pergi gitu aja. Lo ga pernah balik lagi. Lo ga pernah hubungin gue. Lo ga tau kan gue nahan sakit tiap lo  cerita tentang Diana? Lo ga tau  kan hati gue pengen banget deket sama lo. Tapi lo pergi sama Diana. Lo pergi tinggalin gue. Sadar lo Ber?” isak Bintang tak dapat membendung air matanya. Bernard mendudukan Bintang disampingnya. Mendekap Bintang dengan hangat. Bintang terus terisak.
“Udah Bintang. Gue sebenernya udah tau. Tapi gue udah kenal Diana duluan. Diana juga notabene anak rekan kerja bokap gue. Jadi gue ga enak sama Diana. Sorry Bin.” Bernard mengelus rambut Bintang yang coklat itu.
Mereka terdiam hingga Nindy memanggil Bintang dari kajauhan.
“Bintaaang. Ayo sini kumpul. Udah hampir tengah malem looo. Sini giih.” Kata Nindy.
Bintang dan Bernard berjalan dalam diam. Richard yang sedari tadi memperhatikan mereka mulai sadar. Richard sudah merencanakan sesuatu usai acara tahun baru ini.
Treeeet troeeeeet treeeeeeeet suara terompet riuh membahana. Bunga api melucur dengan lancar ke atap hitam penuh bintang itu. Richard menggenggam tangan Bintang sementara Bintang melihat ke arah Bernard yang sedang tersenyum padanya. Bintang tak membalas senyum itu.
Acara berakhir dengan mengucap permohonan. Mereka semua memejamkan mata.
Aku ingin bahagia, Tuhan. Aku ingin mengenal Bernard lebih jauh. Tapi aku merasa bersalah dengan Richard. Tolong aku, Tuhan. Bantu aku memilih keputusan.” Ucap Bintang dalam hati.
Usai malam itu, kini Bintang mengajak Richard pergi ke Taman Dorkas. Bintang ingin ungkapkan semua yang ada dibenaknya.
“Richard, aku tau aku salah. Maafin aku. Tapi aku memang kurang nyaman sama hubungan kita. Aku pengen kita jadi temen atau sahabat aja. Aku bener-benere ga tau harus gimana lagi. Tapi menurut kata hati aku, ini yang harus aku lakuin. Maaf Chard.” Ungkap Bintang lirih.
“Iya, aku tau Bintang. Aku memang bukan untuk kamu. Dan kamu memang bukan untuk aku. Maaf kalo selama ini aku ga bisa bahagiain kamu.” Belum sempat Richard meneruskan kalimatnya, Bintang menyanggah.
“Engga. Kamu orang paling baik yang pernah ada. Kamu lakuin apa aja buat aku bahagia..” Richard menempelkan telunjuknya di bibir Bintang pertanda harus diam.
“Ga ada yang perlu dijelasin lagi, Bintang. Aku udah tau semuanya. Kalo aku masih tetep disini, aku cuman jadi penghalang buat kamu. Aku ada kejutan buat kamu.” Kata Richard. Dia menolehkan kepalanya ke belakang. Lalu Bernard datang dari balik pohon.
“Richard?” kata Bintang penuh tanda tanya.
“Iya, aku tau cinta kamu sebenarnya itu buat Bernard. Jadi sebelum kita putus, aku mau minta sesuatu dari kamu.”
“Apa?”
“Cintai Bernard, jangan kamu lepas lagi dia.” Ucap Richard menggapain tangan Bintang dan menaruhnya di tangan Bernard.
“Buat lo, Bernard. Jaga Bintang. Jangan sakiti dia. Kalo ada apa-apa sama Bintang awas lo.” Kata Richard.
“Thanks Chard.” Kata Bintang penuh haru.
Sepeniggal Richard, mereka berdua duduk di tepi taman. Bernard merangkul dan mendekap erat Bintang.
“Aku ga bakal ngelepas kamu lagi, Bintang.” Ucap Bernard sembari mengecup kening Bintang 

No comments:

Post a Comment