“Hei, aku Dorkas. Anak sepuluh I.
Senang bertemu dengan kalian” ujar Dorkas di depan teman-teman Pasukan Inti.
Dorkas adalah gadis yang menyukai kegiatan semacam itu. Sebenarnya dia ingin mengikuti
kegiatan diluar sekolah yaitu pecinta alam, tetapi ia dilarang keras oleh
mamanya yang over protective. Dorkas
bersekolah di SMA Lucia. Walaupun mamanya over protective, tetapi Dorkas mampu
menyesuaikan diri dengan cepat. Biasanya jika sang mama terlalu over
protective, anaknya akan menjadi pribadi yang kurang bisa beradaptasi, namun
berbeda dengan Dorkas. Dorkas kini tinggal di Asrama Lucia. Hal tersebut selain
dimaksudkan agar lebih dekat dengan sekolah, dia juga bisa jauh dari orang tua.
Ia ingin belajar mandiri.
Suatu pagi di sekolah, Dorkas
bertemu dengan kakak kelas,namanya Dewa. Dewa adalah salah satu anggota Pasukan
Inti. Awalnya Dorkas tidak tahu sama sekali tentang Dewa. Namun semenjak mereka
mendapatkan tugas yang sama, yaitu sebagai divisi dekorasi dan dokumentasi,
keduanya menjadi dekat. Sebelumnya jarang ada yang bisa sedekat ini pada Dewa.
Karena Dewa orangnya jutek, pendiam dan dingin. Banyak anak yang mengatakan
bahwa mereka bukanlah sekedar teman biasa. Tapi hal tersebut selalu ditepis
oleh Dorkas.
“Besok, tanggal 12 november ada event
ulang tahun sekolah. Jadi kita rapat nanti pulang sekolah jam 3 sore. Ga ada
yang telat, ga ada yang ijin. Semua tepat waktu!” Ucap Dewa kepada Dorkas.
“Iya iya gue tau. Bawel amat
jadi orang” jawab Dorkas ketus.
Dorkas memang begitu pada Dewa.
Bicara seenak jidat. Biasanya Dewa marah bila diperlakukan seenaknya. Tapi beda
dengan Dorkas. Mereka sudah seperti kakak adik.
Sepulang sekolah Dorkas tidak
langsung ke ruang rapat melainkan lari ke kantin. Perutnya sedari tadi
keroncongan tak karuan. Dia memesan menu spesialnya. Sayur dengan lauk ayam
plus sambal kecap. Yummy.. Sedang enak
mengunyah, tiba-tiba ada seseorang berjalan tegap melewati Dorkas. “Tuh cowo
angkuh bener sih. Jalan aja kepalanya harus liat atas. Ada duit diatas kah” kata
Dorkas dalam hati. Tanpa disadari, cowo itu melihat tajam kearah Dorkas.
Sontak, Dorkas langsung gelagapan dan alhasil Dorkas tersedak makanannya
sendiri. Sialnya Dorkas belum memesan minum. Untung dia masih menyisakan bekal
minumnya ditas. “Whoops,mana tas gue?” ucap Dorkas. Dia baru teringat kalau dia
meninggalkan tas di kelas terakhir. Padahal di SMA Lucia, sudah menerapkan
moving class dan setiap kelas tidak digunakan langsung dikunci oleh petugas. Dorkas
langsung meletakan uangnya ke meja kantin dan bergegas lari ke kelas terakhir
di lantai tiga. Can you imagine that?
Setelah bersusah payah lari ke
pos jaga untuk meminjam kunci ruangan, Dorkas lari menaiki tangga untuk dapat
menuju ke lantai tiga. “Hih bayar sekolah mahal-mahal kenapa ga ada lift sih? Minimal
eskalator kek. Cape niiih” gumam Dorkas. Akhirnya Dorkas sampai di depan kelas terakhirnya. Dia
tidak langsung membuka pintunya karena Dorkas harus mencoba semua kunci itu. “Hiiih
ini yang mana siiiih” ucap Dorkas sengit. Tiba-tiba dari belakangnya terulur
tangan besar. “Sini gue bantu. Payah gini aja ga bisa” ucap cowo itu. Dorkas
hanya bisa melongo. Ternyata itu cowo yang ia temua di kantin tadi. “Heh cepet
ambil barang lo” Dorkas terhempas dari lamunannya. Dia bergegas mengambil
tasnya. Tiba-tiba ..”Whoops gue harus kumpul pasukan niiiih” teriak Dorkas panik.
“Thanks ya Kaak” ucap Dorkas saat melewati cowo itu didepan pintu. Dorkas tahu
kalau cowo itu kakak kelas karena Dorkas sempat melihat tanda di dada kirinya
yang bertanda XII berararti dia kelas dua belas. Cowo itu menarik tangan
Dorkas,”Woi sakit!” jerit Dorkas. “Tenang aja kali. Gue juga kumpul pasukan.
Bareng aja yuk” ajak cowo itu.
Sementara Dorkas masih
terburu-buru dan merasa panik, cowo itu membuka percakapan “Nama gue Naga. Elo?”
“Dorkas”
ucap Dorkas enteng. Dorkas mempercepat langkahnya. Lain dengan Naga yang sangat
santai. “Udahlah santai aja. Telat tuh jangan setengah-setengah. Mending
langsung telat sejam dua jam” ujar Naga. “Seenaknya jidat lo. Gue ga boleh
telat. Cepet deh. Gue ga mau kena marah anak-anak” kata Dorkas.
Setibanya di ruangan...
“Sumpah
lo dari mana aja Dorkas?” sembur Dewa.
“Aaaa
sorry tadi tas gue ketinggalan di lantai tiga. Sorry. Udah mulai kah?” tanya
Dorkas polos.
“Udah.
Lo ketinggalan setengan bahasan. Cepet buka buku lo. Catet apa yang mesti lo
beli” perintah Dewa.
Gilaa
ini sih banyak banget yang harus dibeli gimana gue bawanya. Pikir Dorkas.
Petang tiba. Saatnya rapat
selesai dan pulang. Yeay pulang, mandi, belajar, tidur. Pikir Dorkas
“Dor,
lo beli sekarang ya. Besok acara. Kita dekor malem ini juga. Gimana?” kata Dewa
“Apaaa?Sekarang
gue musti beli?Terus balik lagi ke sekolah? Gue mau mandi Deeew” jerit Dorkas.
“Gue
ga mau tau. Eh dor. Sorry juga nih. Gue ga bisa anterin lo. Gue ada perlu sama
Rifkia. Sorry.” Ucap Dewa sebelum pergi.
“Huh,
Rifkia dan Rifkia lagi. Apa sih hebatnya dia? Kenapa Dewa selalu mau sama dia”
gerutu Dorkas. Dorkas tersadar. Dia hanya mempunyai sedikit waktu untuk mandi
dan membeli peralatan serta perlengkapan. Dorkas pun langsung lari pulang.
Setelah mandi, Dorkas berkemas
untuk membeli peralatan kemudian kembali ke sekolah. Weits tapi dia teringat .
Motor Dorkas masuk bengkel karena mesinnya bermasalah. Sedang jika harus naik
bus kota, dia kurang hafal jalurnya.Akhirnya mau tidak mau Dorkas nekat naik bus.
Dorkas keluar dari asramanya.
Tiba-tiba didepan sudah berdiri Naga.
“Hei,
gue denger motor lo masuk bengkel kan? Udah yuk gue anter beli peralatannya.Sekalian
biar gue dianggep kerja. Tadi kan gue cuman duduk dengerin perintah. Dan gue ga
dapet perintah.” Ucap Naga.
“Oh.
Bener nih gapapa?” tanya Dorkas tak yakin. “Iya bawel. Naik gih” suruh Naga
Setelah membeli semua peralatan,
Dorkas dan Naga kembali ke sekolah. Jam menunjukan pukul tujuh malam.
“Dewa
mana?” tanya Dorkas pada Tata, teman Dewa. “Tuh di lantai dua. Lo dicari tuh”
jawab Tata. Dorkas langsung lari menyusul Dewa. Sedangkan Naga membantu anak
lainnya.
“Dew, gue udah beli tuh. Jadi
gimana?” tanya Dorkas. “Lo bawa naik lah. Kenapa lo tinggal di bawah?” jawab
Dewa ketus. “Ya lo ga bilang sih” sungut Dorkas. Dorkas kembali ke bawah untuk
mengambil peralatannya. “Dipikir ga cape naik turun gini huh,” gerutu Dorkas.
Belum sampai bawah, Naga telah membawakan bawaannya. “Nih bawaan lo.” Kata
Naga. “Thanks” kata Dorkas sembari balik ke atas lagi.
“Dewa.
Nih. Jadi gimana desainnya?” tanya Dorkas. “Lo bawain pitanya. Nanti gue yang
masang. Ngerti?” suruh Dewa. “Siap Pak Jendral!”
Tanpa diduga, Naga memperhatikan
Dorkas. Tetapi Dorkas masih asyik dengan Dewa. Mereka tertawa dan bercanda.
Malam
makin larut. Dekorasi sudah selesai. Saatnya pulaaang. Dorkas pulang diantar
Dewa. Walaupun asrama Dorkas hanya seberang sekolah, tetapi Dewa selalu
mengantar Dorkas.
Tiba-tiba di depan sekolah..
To be continued....
No comments:
Post a Comment