Wednesday, January 16, 2013

Bintang (PART 2 )


Pagi hari, Bintang belum juga bangun. Ringtone handphone-pun tak ia gubris. Entah karena terlalu lelah, Bintang belum mau beranjak dari tempat tidur super nyaman tersebut. Bintang terlalu nyaman.
            Di satu sisi, Bernard yang sedari tadi menghubungi Bintang mulai khawatir. Ia heran mengapa telefonnya tidak diangkat oleh Bintang. Ia terus-menerus mencoba menghubungi Bintang.
            “Haloooo.” Bintang akhirnya mengangkat telefon Bernard dengan nada malas.
            “Eh lo gila ya. Kemana aja lo? Gue hubungin ga nyaut gitu. Ga mau tau nanti sore lo harus dateng!” kata Bernard keras.
            “Woi santaaai. Bikin janji seenak perut lo.” Klik. Bintang mematikan sambungannya.
            Walau baru dua hari sejak pertemuannya dengan Bernard, Bintang merasa bahwa semangatnya telah kembali. Dia mulai semangat menjalani hari-harinya. Walaupun Bernard orang yang jahil, iseng dan menyebalkan, tapi hal tersebutlah yang membuat Bintang nyaman terus berada disampingnya.
            Sorepun tiba. Bintang bergegas pergi ke Taman. Tetapi kali ini berbeda. Bintang yang biasanya jarang berdandan, kali ini ia sedikit memoles wajahnya. Ia ingin nampak cantik di hadapan Bernard.
            “Hei Bernard. Lama nunggu?” sapa Bintang setibanya di taman.
            “Iya sejam gue bengong disini.Lo lama amat deh.” Kata Bernard sambil memperhatikan Bintang. “Eh lo dandan yaaaa?? Lucu kaya badut haha.” Ledek Bernard.
            “Aih sial lo. Ada apa pengen ketemu gue?Kangen?” balas Bintang.
            “Dih males banget kangen sama orang yang tidurnya kaya kebo gitu. Jadi gini Bin, gue minta saran lo boleh ga?” terang Bernard.
            “Tentang apa?”
            “Jadi gini, gue suka sama cewe. Namanya Diana. Dia nih feminiiim banget. Beda sama lo. Nah gue udah suka sama dia dari gue SMA. Kira-kira cewe kaya Diana dikasih apaan ya biar dia suka sama gue?” jelas Bernard
            Deg! Seketika hati Bintang terasa sakit. Entah mengapa ia ingin mengucurkan air matanya. Namun langsung ia seka.
            “Lo pelet aja dia. Dijamin dia bakal suka sama lo.” Jawab Bintang datar.
            “Diih ko lo gitu sih Bin?”
            “Ya mana gue tau lah. Ketemu aja belom pernah. Kenal? Kaga. Ya mana gue ngarti.” Ucap Bintang ketus. “Udah ya. Gue mau makan. Dari pagi belom makan nih.” Kata Bintang seraya pergi meninggalkan Bernard. Bernard hanya melongo sepeninggal Bintang.
            Malam hari, Bintang membuka laptopnya. Dia membuka file tentang Bernard. Lalu ia melanjutkan menulis.           
            Hari ini, gue berasa nyesek banget. Orang yang gue kira bakal selalu ada buat gue, ternyata mencintai orang lain. Dan parahnya, dia menceritakan itu semua ke gue. Apa dia ga sadar kalo sebenernya gue care sama dia? Emang baru dua hari kita ketemu. Tapi entah kenapa rasa care gue tumbuh lebih cepet dari biasanya. Gue masih pengen bareng sama dia. Gue butuh semangat. Gue butuh Bernard. Seandainya....
            Lalu Bintang menutup laptopnya dan tertidur.
            Pagi harinya, Bintang terbangun oleh suara gaduh di depan rumahnya. Bintang yang merasa terusik dari kedamaian tidurnya langsung bergegas ke balkon depan kamar. Dia melihat Bernard sedang menabuh drum-drum kosong berukuran besar. Tong tong tong tong...
            “Heh lo ngapain disana? Gangguin gue tidur aja. Pergi lo.” Marah Bintang
            “Dih pagi-pagi udah jadi preman aja nih cewe. Gue bangunin lo ya? Syukurlah, emang tujuan utama gue emang buat bangunin lo. Siap-siap gih. Gue mau ajak lo ke tempat bagus. Lekas mandi sana.” Perintah Bernard sambil teriak.
            “Monyet lo. Kerjaan dari dulu cuman bisa merintah mulu” umpat Bintang.
            Bintang dengan malas-malasan jalan menuju kamar mandi. Dia sengaja berlama-lama di kamar mandi. Setelah keluar, Bintang mencari baju yang akan dikenakan. Dia sibuk memilih-milih baju. Sangat lama...
            “Hmm ngapain gue pilih-pilih baju? Emang Bernard siapa gue? Inget Bintang! Bernard suka sama Diana. Lo jangan ganggu hubungan mereka.” Kata Bintang lirih. Sembari Bintang mengambil baju rebel kebanggaannya. Denim hitam yang sudah mulai memudar, sweater rajut yang agak belel, topi rajut merah, syal bermotif bintang, dan sepatu convers yang sudah termakan umur.
            “Gila lo Bin. Mantranya udah abis? Kemaren udah cantik-cantik eeeh sekarang rebel lagi.” Ledek Bernard.
            “Diem lo! Pergi sekarang atau ga pergi bareng gue.” Kecam Bintang.
            Mereka akhirnya pergi ke suatu tempat. Kali ini, mereka pergi dengan mobil Bernard yang baru kali ini Bernard tunjukan pada Bintang. Mobil VW yang sangat antik. Tetapi desain interiornya sudah dimodifikasi sehingga nampak nyaman dan elegan.
            “Nah, udah nyampe nih. Gue mau tunjukin lo sesuatu.” Kata Bernard.
            “Apa?” jawab Bintang datar.
            “Sini sini.” Bernard menggandeng tangan Bintang dan sedikit menyeret Bintang. Bintang yang terkejut tangannya diraih, hanya bisa tersenyum kecil.
            “Nah, ini Danau Bintang namanya. Sama kan kaya nama lo haha. Kata lo, lo suka sama Bintang kan? Ntar malem, gue mau nunjukin beribu-ribu bintang ke cewe yang namanya Bintang.” Jelas Bernard.
            “Haha apaan sih lo Ber, berlebihan banget deh. Jadi sekarang kita ngapain? Nunggu sampe malem disini? Bengong aja gitu?”
            “Dih amit-amit. Lo mau nunggu sampe kering disini? Gue mah ogah. Sekarang gue mau ajak lo ke padang rumput. Disana udaranya asli seger. Masih jarang ada orang tau tentang padang rumput itu.” Kata Bernard.
            Mereka berjalan menyusuri bekas rel kereta api. Aneh betul memang. Perbukitan tetapi ada bekas rel kereta api. Beberapa saat kemudian, Bintang berhenti dan melongo.
            “Ber, ini padang rumputnya???” tanya Bintang tak percaya.
            “Yep. Lo suka?? Sini deh. Gue bawa banyak roti. Lo suka rusa juga kan? Nah, kita gelar tikar disini yaaa.” Kata Bernard sambil menggelar tikar berukuran besar di bawah pohon besar di tengah padang rumput luas dibubuhi oleh banyak sekali rusa berkeliaran.
            “Ber lo baik banget deh. Ga nyangka gue. Makasih banget ya. Dari mana lo tau gue suka bintang sama rusa?” tanya Bintang penasaran.
            “Ada deeeh.” Bernard menunjukan senyum usilnya. Sementara Bernard yang sedang sibuk memersiapkan tempat untuk mereka, Bintang membuka laptopnya. Dia menulis lagi.
            Tuhan. Hari ini mungkin akan menjadi hari terbaik gue. Gue suka cara Bernard memperlakukan gue. Tuhan, dia ajak gue ke tempat paling indah. Gue suka banget tempatnya. Dia tu juga kalo gue suka bintang dan rusa. Tuhan, kalo dia tau itu, apakah dia juga tahu kalau aku mempunyai sesuatu penyakit?
            “Hei.. Nulis aja kerjaan lo. Sini deh Bin. Semua udah siap. Sini duduk. Jadi kita yang makan dulu atau mereka duluan?” tanya Bernard sambil menunjuk ke arah rusa-rusa terebut.
            “Bisa aja lo. Gimana kalo kita duluan? Gue laper nih. Tadi kan gue buru-buru karena lo.” Kata Bintang sambil membuka tempat makan yang dibawa Bernard.
            “Wooow spagetiiiiiii. Lo buat sendiri Ber?” tanya Bintang masih terus melihat makanannya.
            “Nyokap gue. Ya gue laaah. Gue di puncak kan sendirian. Siapa lagi coba kalo bukan gue yang masak. Cobaain gih.” Kata Bernard denagn suara bangga.
            “Hmmm enak banget Ber. Aih boong lah kalo lo yang bikin. Delivery yaaa?” ledek Bintang sambil sibuk mengunyak makanannya.
            “Ih perempuan jorok. Telen dulu tuh makanan. Baru ngomong. Kalo muncrat ke gue kan kegantengan gue turun lima puluh persen.” Bernard meledek kembali.
            Setelah makan selesai, Bintang bergegas berlari menghampiri rusa-rusa cantik itu.
            “Heh jeng. Mau kemana lo? Percuma mereka ga akan deketin lo kalo lo ga bawa makanan hahaha.” Kata Bernard. Bintangpun kembali berlari menuju Bernard dan  menyerobot kotak bekal berwarna orange yang berisi roti.
            “Rusa-rusa cantiiik. Kemariiii. Kita makan makanan lezat iniiiii.” Kata Bintang ceria. Rusa-rusa itupun menghampiri Bintang dan memakan potongan roti tersebut.
            Bernard yang masih duduk di tikar, tersenyum puas melihat Bintang tertawa lepas dan kembali ceria. Bernard bangkit dan menggapai ranting-ranting kecil yang ada di pohon besar tempat ia berteduh. Lalu ia membuat sesuatu.
            “Woooooi Bernard. Siniiii. Rusanya ngejilat gueee.” Teriak Bintang dilanjutkan tertawa renyah.      
            “Iyaaa nanti gue nyusuuuul.” Teriak Bernard tak kalah lantang. Ia menyelesaikan buah karyanya dan menyimpannya di tas. Lalu berlari menghampiri Bintang. Tak lupa Bernard membawa kotak bekal yang berisi roti.
            “Bin, nih padang rumput belom ada yang kasih nama looh. Gimana kalo kita yang kasih nama?” tanya Bernard.
            “Serius lo?? Hmmm gue kasih nama Star Bear gimana?” kata Bintang lalu tertawa.
            “Haha apaan tuh Star Bear?” tanya Bernard.
            “Ada deeeh haha.”
Mereka tertawa bersama, menghabiskan waktu dengan terus tertawa. ‘andai kita bisa kaya gini terus, Ber.’ Kata Bintang dalam hati.
            Malam pun tiba. Bernard langsung mengajak Bintang ke Taman Bintang.
            “Bin, liat langitnya.” Tunjuk Bernard.
            “Whoaaaaaa Bernard! Banyak banget bintangnyaaaaa. Waaaa gue suka banget Beeeer.” Ungkap Bintang kegirangan.
            “Hahaha ternyata dibalik sikap cuek lo, lo nih masih kaya anak kecil ya haha.” Tawa Bernard.
            “Sial. Eh, tiker lo mana? Sekarang giliran gue yang bikin tempat buat kita.” Bernard memberikan tikarnya pada Bintang. Sementara Bintang menggelar tikar, Bernard hanya bisa memnadang gadis kecil itu tanpa bersuara. ‘Maaf Bin, gue baca tulisan di laptop lo. Gue tau perasaan lo. Tapi maaf, gue tetep bakal nembak Diana’ ungkap Bernard dalam hati.
            “Heh, Ber. Siniiii.” Bintang melambaikan tangannya.
            “Dih, lo nih cewe tapi ngebenerin tiker aja ga bisa. Masih kelipet-lipet itu pinggirannya.” Kata Bernard.
            “Alah banyak ngeluh lo. Sini cepet. Gue mau liat taburan bintang.” Kata Bintang seraya merebahkan badannya di atas tikar. Bernard mengikuti.
            “Lo suka bintang yang mana?” tanya Bintang.
            “Ha? Maksud lo?”
            “Iyaaa. Semua bintang ada julukannya. Ada lyra, cygnus, aquila. Mereka tergabung dalam summer triangle. Mereka cuman muncul di summer. Ada lagi bintang sirrius. Paling terang. Lo suka yang mana?” tanya Bintang bersemangat menerangkan.
            “Hmm kalo gue sih suka bintang yang disebelah gue.” Kata Bernard datar.
            Deg! Bintang melongo melihat Bernard. Bernard yang sadar di perhatikan, langsung memalingkan wajahnya dari langit ke arah Bintang.
            “Hahahaha kenapa muka lo jadi kaya nahan berak gitu? Gue bercanda kali Biiiin. Serius amat sih. Pengen ya gue suka sama lo? Ngarep deeeh hahaha.” Tawa Bernard. Bintang yang masih melongo berasa hatinya mendadak sakit. Ia lalu diam sejuta bahasa. Memalingkan muka dari Bernard ke arah bintang-bintang bertaburan. ‘Sorry gue terlalu ngarepin lo Ber,’
            “Bintang?? Lo masih idup kan?” tanya Bernard. Bintang tak kunjung menjawab. Bernard melihat wajah Bintang yang kelelahan.
            “Sini Bin, gue ada sesuatu buat lo.” Kata Bernard. Bintang bangkit dari tidurnya. Bernard mencari sesuatu yang ada di dalam tas gendong hitamnya.
            “Nih, gue punya ini buat lo. Tnda persahabatan kita ya Bin. Jangan sampe ilang.” Kata Bernard seraya memakaikan mahkota yang tadi sore dibuatnya dari ranting pohon dan sedikit bunga-bunga. Bintang yang diperlakukan seperti itu hanya bisa diam. Ia tak tahu harus berkata apa. “Thanks.” Ucap Bintang dengan nada lemah.
            “Lo cape Bin? Pulang aja yuk.” Ajak Bernard. Bintangpun mengangguk.
            Malam itu, tepat pukul sebelas malam, mereka pulang. Di perjalanan, Bintang tertidur pulas sambil melipat tangannya di dada. Bernard tahu, Bintang pasti kedinginan. Bernard mengambil selimut yang ada di belakang jok supir dan memakaikannya pada Bintang.
            Sesampainya di depan vila milik Bintang, Bernard membangunkan Bintang. Tapi Bintang tak juga membuka matanya. Akhirnya, Bernard membopong Bintang menuju kamarnya. Untung ada Mang Ujang yang selalu menjaga vila tersebut. Mang Ujang membukakan pintu untuk mereka.
            “Kunaon teh, Neng Bintang?” tanya Mang Ujang.
            “Kecapean aja Mang. Nitip Bintang yang Mang. Saya pulang dulu.” Pamit Bernard.
            “Oh, iya. Nuhun nyak Kang.”
            Bintang tertidur sangat amat pulas malam itu.

                                                                           To be continued.......

No comments:

Post a Comment