Wednesday, January 2, 2013

Aku, Kamu dan Dia (END)


“Dor, would you be mine?” dengan gugup Dewa menyatakan kalimat itu. Tak kalah gugup, Dorkas diam-diam bahagia diberi kaliamat pertanyaan seperti itu. Dorkas berkata “Wait me at eleven p.m”
Jam sebelas malam, handphone Dorkas berbunyi. Ternyata panggilan dari Naga. Dorkas angkat telepon itu. “Hei, sekarang angkanya bagus yaa. Tanggal sebelas bulan sebelas dua ribu dua belas jam sebelas hehe. Lagi apa Dor?” kata Naga. “Hmm mau tidur. Byee” dorkas menutup telepon. Karena dia tahu pasti Dewa akan menelponnya.
All i wanted was youu....
Suara mbak Hayley williams terdengar. Telfon berbunyi dan Dorkas langsung mengangkat. “Hei. So your answer is?” tanya Dewa diseberang sana. “Yep. I do!” jawab Dorkas. Akhirnya mereka menjadi kekasih. 11-11-11 at 11 p.m J
Hari yang dinanti datang. Ulang tahun sekolah yang ke-50 tahun. Dorkas ditugaskan mendokumentasikan sementara Dewa bertugas mengawasi semuanya dari lantai empat. Saat Kepala Sekolah selesai memberikan sambutan, Naga menarik lengan Dorkas. “Eh, sakit. Apaan sih lo nyiksa gue terus?” bentak Dorkas. “Heh, gue kakak kelas lo. Berani bentak sekali lagi gue gaplok nih” sembur Naga. “Aih iya iya. Jaman siapa sih masih ada senioritas” ucap Dorkas lirih. “Wet?Lo ngomong apa barusan?” kata Naga. “Nothing kak,”
“Dor gue mau ngomong sesuatu sama lo,” ungkap Naga.
“Apaan?” tanya Dorkas sambil mengusap tangannya yang kesakitan. Naga memegang kedua bahu Dorkas dan menatapnya lekat-lekat.
“Kak Naga!Jangan macem-macem lo ya” ancam Dorkas. Sebenarnya hati Dorkas ketakutan saat itu. Tapi..
“Gue sayang sama lo,” ucap Naga lembut ditelinga Dorkas.    
“Sorry Kak, gue harus ngedokumentasiin acara” Dorkas melengos begitu saja.
“Apaan sih tuh orang psycho banget. Masa sayang tapi nyiksa gitu.” Dorkas ngedumel sambil sedikit berlari menuju Dewa.
“Hei, Dear. Gimana udah dapet semua foto-fotonya?” tanya Dewa
“Udah nih. Tapi bagian selatan belum semuanya kefoto. Kamu udah makan belum?” ujar Dorkas.
“Udah tadi sama si Rifkia. Kamu?”
“Hah?Rifkia? kenapa aku ga diajak? Jadi gitu ya. Sekarang sama Rifkia terus,” Dorkas ngambek.
“Bukan gitu sayang, tadi si Rifkia minta temenin makan. Maaf yaa. Aku temenin motret yuk” bujuk Dewa.
Malam hari, Naga meminta Dorkas untuk menemaninya makan. Awalnya Dorkas enggan karena kejadian tadi siang. Namun karena bosan, iapun mau. Dengan syarat Naga tidak macam-macam.
“Mau makan dimana?” tanya Dorkas.
“Dimana aja. Lo mau makan dimana?” Naga balik tanya.
“Ngikut.” Dorkas mulai sewot lagi.
Malam itu banyak bintang bertaburan. Dorkas sangat menyukai bintang. Sepanjang perjalanan Dorkas selalu melihat bintang.
“Heh, dah sampe nih. Turun gih.” Naga menyadarkan.
“Iya Bapak Nyebelin” sungut Dorkas.
Mereka makan di restoran terkenal. Sedang asik makan, ternyata Dorkas melihat Dewa sendiri duduk di meja pojok. Dorkas merasa bersalah. Dia telah mempunyai Dewa tetapi masih mau diajak jalan Naga. Ia memutuskan untuk pulang.
Di asrama, Dorkas langsung menghubungi Dewa.
“Darl, kamu gapapa kan?” tanya Dorkas cemas.
“Gapapa sayang. Kenapa emang? Udah makan belum?” Dewa berkata sangat lembut.
“Iya udah makan ko. Besok ketemu yuk,” ajak Dorkas
“Boleh” jawab Dewa singkat.
Pagi harinya di sekolah, Dorkas berlari menuju kelas pertamanya. Ia sedikit telat karena semalaman ia harus mengerjakan seabrek tugas. Tiba-tiba Dorkas menabrak cowo berbadan tegap dan tinggi. “Eh lo Dorkas kan? Nih dapet surat buat lo,” kata cowo itu. Belum sempat Dorkas bertanya cowo itu langsung melesat pergi.
Di kelas, Dorkas tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Mata coklat Dorkas terus tertuju pada sepucuk amplop merah yang masih tertutup rapat. Tapi untunglah, bel istirahat sudah berkumandang nyaring. Dorkas langsung ngeloyor ke kantin untuk bertemu Dewa, kekasih hatinya. Selama ini Dorkas tidak pernah bercerita soal kedekatannya dengan Naga. Karena Dorkas tahu, Dewa pasti akan marah. Dikantin, Dorkas masih terdiam memikirkan surat merah itu. “Dear, kamu kenapa?” tanya Dewa lembut. “Gapapa sayang. Seneng deh bisa sarapan sama kamu hehe” ucap Dorkas basa-basi.
Bel masuk memisahkan Dewa dan Dorkas. Dorkas kembali ke kelas. Karena tidak sabar, Dorkas membuka amplop merah tadi. Ternyata isinya dari Naga.
Teruntuk Dorkas Amoura...
Saat kamu membaca surat ini, aku mungkin telah pergi. Aku harus menyusul ibu aku di surga. Maafkan perlakuan aku selama ini. Aku hanya ingin bahagia bersamamu di ujung usiaku. Dan terimakasih kamu telah memberikan hal yang sangat berarti bagiku.Aku selalu mengikuti semua apa yang kamu lakukan. Aku tahu semua tentang dirimu. Maafkan aku hanya bisa mengatakan semua lewat surat ini. Jaga diri kamu baik-baik. Jaga hubungan kalian. Aku ingin kamu bahagia bersamanya. Aku akan selalu menjagamu dari atas sana.
Naga Wongsosutirtan
                Air mata Dorkas langsung menetes. Ia langsung ijin kepada guru pengajar untuk pulang. Dorkas tidak pulang, melainkan pergi kerumah Naga. Disana ada cowo yang tadi memberikan surat. “Eh Dorkas. Masuk sini Dor,” ajak cowo itu. Ternyata cowo itu kakak Naga, Indra.
Dorkas duduk disamping Indra. “Ada yang mau gue tunjukin ke lo, Dor” kata Indra sambil mengajak Dorkas masuk ke kamar Naga.
                “Naga kena penyakit yang sama kaya ibunya. Dia kena kanker otak stadium akhir. Naga cerita banyak ke gue tentang elo. Katanya elo tuh cewe spesial yang pernah Naga temuin. Naga ngomong waktu kemaren ada event di sekolah kalian, Naga mau nembak elo. Tapi ternyata lo udah ada cowo. Dan ini yang dia kasih ke gue di akhir hidupnya. Dia nitipin kalung ini. Katanya buat elo.” Kata Indra sembari melingkarkan kalung berbandul rusa ke leher Dorkas. “Naga waktu itu cari-cari di kamus apa itu arti ‘Dorkas’ nah ternyata artinya rusa betina. Jadi dia beliin ini buat lo, jaga baik-baik ya.” Terang Indra. Dorkas terduduk lemas di kasur Naga sambil mengelus kasur itu. Indra membiarkan Dorkas sendiri di kamar Naga.“Andai lo masih disini Ga. Kenapa lo ga pernah bilang ke gue? Gue sayang sama lo. Tapi gue udah ada Dewa, Ga.” Ucap Dorkas lirih. Dorkas menyusuri setiap sudut ruangan Naga. Ternyata disetiap dinding terpajang foto-foto Dorkas yang diambil secara sembunyi-sembunyi. Tangis Dorkas semakin deras. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang kerumah.
                Dirumah, Dorkas langsung menelfon Dewa. “Dewa, aku pengen ngomong sama kamu.” Kata Dorkas.
“Oke, aku jemput kamu sekarang ya.” Klik. Telfon dimatikan.
                “Dewa, gue pengen kasih tau lo apa yang selama ini gue lakuin.” Dorkas memulai ceritanya panjang lebar. “Sorry Dew, aku ngekhianatin kamu.” Sesal Dorkas.
                “Gapapa sayang. Aku juga udah tau semuanya. Sekarang gimana kalo kita ke makam Naga?” ajak Dewa
                Akhirnya, Dewa berjanji di hadapan makan Naga bahwa ia akan selalu menjaga kekasihnya, Dorkas. Dorkas merasa beruntung ia mempunyai kekasih baik dan sangat pengertian pada dirinya. 
                “Terimakasih, Tuhan. Engkau berikan aku orang-orang yang mencintai aku. Aku bahagia hidup di dunia ini. Terimakasih Naga. Elo udah pernah jadi orang terpenting dihidup gue. Elo akan selalu dan akan tetep punya tempat dihati gue. Makasih untuk Dewa. Kekasihku yang selalu mendukung aku, ada disetiap aku butuhin. Jaga Naga, Tuhan....”
               

No comments:

Post a Comment