Saturday, August 24, 2013

Aku dan Kisahku (PART 1 )


            Mungkin ku tak akan bisa jadikan dirimu kekasih
Yang seutuhnya mencintaiku
Namun kurelakan diri
Jika hanya setengah hati
Kau sejukkan jiwa ini –Setengah Hati-

“Jangan pernah pergi dari aku ya sayang, aku ga mau kamu pergi gitu aja. Aku mau kita selamanya berdua.” Ucap Bayu dibawah gemerlap bintang yang bergantung dilangit malam, lelaki bertubuh kekar dan mempunyai wajah yang sangat tampan.
“Iya, aku juga ga mau lepasin kamu. Sebelum kamu yang nyuruh aku pergi.” Ucap Grace, perempuan berambut coklat tua panjang yang sedang asyik menatap mata Bayu. Mereka sedang merebahkan badan mereka di padang yang dikelilingi ilalang tinggi. Sangat romantis.
Bisa dikatakan , mereka pasangan tanpa adanya kejelasan. Hanya saling memiliki namun blur. Hampir tiga tahun mereka kenal dekat, namun baru tahun ini mereka menjadi begitu sangat amat dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama berdua. Walau terpisah jarak, namun hati mereka satu.
Bulan ini, Grace dan Bayu sudah bertemu sebanyak limabelas kali. Entah karena apa, mereka ingin berdua terus sebelum akhirnya Grace dan Bayu berpisah. Jalanan yang dilauipun telah menjadi saksi bisu hubungan blur mereka.
Grace dan Bayu mempunyai hubungan yang jelas sekaligus tidak jelas. Namun mereka berdua nyaman dengan hubungan tersebut. Apapun kata orang, mereka hanya menganggap angin lalu. Semua serasa berubah ketika Grace menemukan Bayu disampingnya.
Grace adalah salah satu model ternama. Bisa dibilang telah menjadi artis ibu kota. Namun kelakuan Grace masih biasa saja. Bahkan jika Grace berpergian tanpa make up pun Grace mau. Grace mempunyai fotografer pribadinya. Dhio. Dhio selalu mengikuti kemanapun Grace pergi. Kecuali jika pergi bersama Bayu. Dhio merangkap tugas sebagai fotografer sekaligus manajer Grace. Dhio sendiri adalah kakak kelas Grace sewaktu SMA dan kini bertemu di universitas yang sama.
“Grace, besok ada pemotretan di daerah Pasir Putih. Jadi sekarang tidur yang cukup ya... blablablablabla....” perintah Dhio di seberang telfon.
“Iya komandan! Siap!” jawab Grace semangat. Grace selalu melampiaskan kejenuhannya di kampus dengan berfoto ria. Maklum, hobi Grace dari kecil.
Pagi harinya, Grace berpamitan pada Bayu. Bayu harus pulang ke perantauannya untuk melanjutkan kuliah. Karena hari itu Grace tidak ada jadwal kuliah, maka Grace menerima job pemotratan di Pasir Putih.
Di Pasir Putih, sudah banyak fotografer yang siap dengan senjata kameranya untuk memulai aksinya. Juga ada beberapa model yang dikenal Grace. Salah satunya Nabil. Nama aslinya Nabil. Namun untuk nama tenarnya, dia menggunakan nama Angel. Nabil adalah teman sebangku Grace di bangku sekolah menegah pertama. Mereka menjadi teman karib. Namun kini berbeda. Nabil memusuhi Grace dengan alasan yang tidak jelas. Tiba-tiba Nabil selalu membuat onar dengan memfitnah Grace. Namun untungnya Dhio, selalu memberi motivasi pada Grace.
“Grace, lo kemari deh. Pake baju yang merah ya biar keliatan menonjol.” Suruh Dhio. Tanpa membuang waktu, Grace langsung bergerak cepat untuk berganti dan make-up. Kebanyakan fotografer menyukai Grace karena ketelatenan, ketepat waktuan, dan sikap Grace yang menghargai waktu. Disamping itu, Grace mempunyai wajah yang tidak bosan untuk selalu dipandang, dan Grace juga fotogenic alias mahir dalam berpose didepan mata kamera.
Di lokasi, Grace memulai dengan jepretan pertamanya. Belum ada satu sesi, Nabil membuat ulah lagi.
“Angel pingsan Angel pingsaaan. Tolong toloooong.” Teriak Olin, sahabat  Nabil. Semua orang bubar dan langsung menghampiri Nabil. Termasuk Grace. Nabil dibawa ke tenda darurat, setelah semuanya keluar, Grace masuk tenda tersebut. Nabil masih menutup matanya. Grace mengusap lembut rambut Nabil. “gue kangen lo, Bil” ucap Grace lirih. Dalam diam, Nabil mendengar. Namun tetap menutup matanya.
Pemotretan dilanjut tanpa Nabil. Dan Grace mendapat lima sesi foto ditambah tiga sesi menggantikan Nabil. Sebenarnya Grace merasa kurang nyaman karena mengambil bagian Nabil.
Nabil, yang dulunya menjadi teman karib sedari SMP, namun saat SMA kelas sebelas mulai menjauhi Grace. Banyak anak-anak berkata bahwa Nabil iri dengan kedekatan Grace dan Dhio. Kata orang, Nabil menyukai Dhio. Namun Grace tidak pernah menganggap serius perkataan orang. Yang penting Grace masih ingin terus bersahabat dengan Nabil. Namun berbeda dengan realita, Nabil terus menerus mebuat ulah dan menjauhi Grace.                                  
                                                                       to be continued....
                                                      ***

Wednesday, August 21, 2013

Bintangku


Kaulah bintangku yang terus menerangi hidupku

Kita yang mencari dan pahami isi hati
takkan lelah ditengah jalannya dan takkan hentikan cerita

kaulah bintangku, yang menyala bagai kobaran api asmara
 kita telah bersaut jemari dan berjanji takkan lepaskan ikatan, ya, kita dibawah terangknya bintang malam
kita telah sepakat tuk ikat janji kelingking sampai kapanpun, akan berhenti di satu hati tanpa berpaling

kaulah bintangku, yang terus pancarkan gelombang cinta
cahayamu takan redup, takan habisnya sinari duniaku,takkan terhenti tuk menenggelamkan cintaku,takkan berpaling menyinari hati lain, 

Kaulah bintangku, yang takkan termakan oleh gelapnya kabut malam
usapan jemarimu, mengingatkanku akan tulusnya kasih sayang yang kau beri
cubitan nakalmu, membuatku terus menerus merindukanmu
kata-kata darimu, yang membuatku merasa terbang tinggi bersamamu

Kau bintangku, kau belahan jiwaku, takkan hentinya aku menyayangimu
aku menyukaimu luar dalam
aku menginginkanmu seperti awalkita merajut kasih
aku ingin dirimu, seutuhnya
hatiku,hatimu, satu. dalam pelukan hangatmu, aya

Monday, August 19, 2013

Kepastian??


 Kau selalu membuatku kecewa. Hanya kau tidak menyadarinya saja. Apa aku tersiksa? Tentu. Apa aku menangis? Itu pasti. Apa aku masih akan mencintaimu? Aku bahkan tak tahu. Perasaanku selalu berubah setiap detik padamu. Kini aku mencintaimu, sedetik kemudian, perasaan itu hilang. Bagaimana perasaan itu bisa bertahan jika menyapaku saja kau tidak mau.

Tak pernahkah kau menyadari satu hal? Satu hal yang membuat tidurku tak nyenyak. Satu hal yang mengubah kelabu menjadi jingga. Satu hal yang membuatku hampir gila. Satu hal yang menjadi alasanku untuk tertidur dengan ponsel di tangan. Satu hal yang membuatku tersenyum bahagia. Satu hal yang tak mungkin dapat ku ungkapkan. Sudahkah kau menyadarinya?  Belum? Biar aku beritahu. Aku mencintaimu..

            Cinta. Sesederhana itu. Aku mencintainya. Ia mencintaiku. Ia tak melakukan apapun, namun aku tergila padanya. Pandanganku, tak penah lepas dari sosoknya yang begitu indah. Senyumanku, tak dapat tertahan saat melihatnya. Dan hati ini, aku makin menyukainya.

Sederhana saja. Ia adalah seorang pria. Pria yang hampir membuatku tak waras. Pria yang membuatku mampu menulis semua ini. Pria yang membuatku menjadi pandai menyembunyikan perasaan. Pria yang bahkan aku tak tahu bagaimana perasaannya terhadapku.

            Bukankah menyakitkan? Menyakitkan menjadi seseorang yang selalu saja menunggu kepastian?  Ya, tak mudah bagiku. Begitu banyak hal yang membuatku tak yakin jika kau membalas perasaanku. Begitu banyak hal yang mencoba mendorongku mundur, menghapus segala perasaanku padamu, melupakan tatap matamu padaku, melupakan senyuman yang terkembang di bibirmu, melupakan segalanya tentangmu.

            Apa kau ingin tahu apa yang membuatku bertahan sampai detik ini? Kembali, semuanya sederhana saja. Cinta. Cinta membuatku yakin untuk tetap memperjuangkannya, walau aku tak tahu bagaimana denganmu. Cinta yang memberikanku semangat, diantara jutaan air mata dan ribuan tanda tanya. Cinta yang membuatku yakin bahwa kau juga merasakan apa yang ku rasakan. Kini, apa kau juga merasakan hal yang sama?
Kadang, aku bertanya. Apa susahnya bilang cinta? Apa susahnya menghilangkan ribuan tanda tanya yang membayang di benakku? Apa susahnya membuatku tersenyum lega? Apa susahnya membuatku yakin? Aku tak pernah menuntut apa-apa darimu, sungguh. Aku menyukaimu, sebagai dirimu.

Sudahkah kau tahu perasaanku? Sudahkah kau tahu alasanku untuk bertahan? Aku ingin mendengarnya darimu. Kini, bolehkah aku bertanya sekali lagi? Apa susahnya membuatku yakin?

                                         Gadis kecil yang selalu menunggu kepastian :)

Monday, August 5, 2013

Bintang Malam Itu....




Jingga warna langit sore itu
Mempesona indah bak paras wajahmu
Hembusan angin lembut menerpaku
Terbangkan aku ke dalam pelukmu....


Tanggal tiga bulan delapan tahun dua ribu tiga belas...

                Seorang gadis duduk termenung meratapi kesedihan, penyesalan akan kelakuannya. Sekarang iapun tidak diperbolehkan keluar rumah oleh sang Bunda. Panggil saja gadis itu Bia.
                Sehari sebelumnya, Bia diundang ke ulang tahun salah satu teman SMP-nya. Bia berpamitan pada Bunda dengan ketentuan tidak boleh pulang lewat dari jam tujuh malam. Bia menyanggupi. Namun karena yang dinamakan anak muda, jarang bertemu pula, maka Bia lupa akan janjinya. Sepulang dari ulang tahun itu, teman Bia mengajak dia ke rumah temannya yang lain, Nanda. Bia lalai akan pesan orang tuanya. Bia tiba di rumah pukul 21.30 WIB. Bukan kena marah, namun Bia diacuhkan oleh orangtuanya.
                Malam harinya, Bia teringat bahwa tanggal tiga, Bia sudah berjanji akan keluar dengan lelaki yang ia sayangi,Rio. Bia sadar benar, jika keadaannya seperti ini pastilah esok ia tidak akan diberi izin. Bia bingung setengah mati, akhirnya Bia menjelaskan pada Rio. Bia tahu, Rio pasti kecewa. Bia menyusun rencana agar diperbolehkan oleh Bunda. Hari itu Bia ada jadwal les, mungkin saja setelah les itu Bia boleh keluar dengan Rio. Tapi Bia sedikit ragu tentang alasan itu akan diterima oleh Bunda.
                Rio menenangkan Bia, ia berkata bahwa dia yang akan bermain kerumah Bia. Bia senang sekaligus terharu, Bia memang sangat ingin bertemu Rio. Tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiran Bia, jika Rio bermain ke rumah Bia, apakah bisa leluasa Bia bermain dengan Rio??
                Tak seperti biasanya, Bia mandi lebih awal. Niat Bia, ia ingin menulis cerita tentang dirinya dan Rio. Dan untuk menulis itu semua, dibutuhkan pikiran. Niat Bia, ia ingin menulis cerita tentang dirinya dan Rio. Dan untuk menulis itu semua, dibutuhkan pikiran yang jernih dan badan yang segar tentunya.
                Setelah mandi, Bia langsung mengambil laptopnya untuk bersiap mengetik ketikan jarinya. Semua orang dirumah sedang sibuk masing-masing. Ayah dan kakak Bia sedang memasang bendera merah-putih serta lampu warna,sedang Bunda masih sibuk bekerja. Bia yang sibuk mengetik sudah lupa akan dunia nyatanya.
                “Biaaaa Biaaaa. Keluar Biaaa” teriak Ayah. Bia masih serius menggeluti dunia imajinasinya. “Biaaaa” ulang Ayah. Bia tersentak. Ia beranjk dari tempat tidurnya. Meninggalkan ketikannya. Menunda imajinasinya. Membuka pintu kamar. Melihat Ayah berlari kecil sambil berkata, “Itu ada temen kamu. Siapa itu yang cina itu Bia?” ujar Ayah. Bia memutar otaknya. Masa iya si Rio dateng kemari ga bilang-bilang? Pikirnya. Bia menuju ruang tamu. Sosok gagah nan teduh terlihat. Bia kaget. Bia tak dapat berucap. Sontak untuk menghilangkan kesaltingannya, Bia menyapa. “Riooooo. Ngapain kamuuuu????” teriak kecil Bia. “Nah ini aku bawain ini buat kamu, katanya mau ngicip ehehe.” Jawab Rio. Ia membawa roti hasil buatanya. “Ish, bentar tunggu ya. Duduk dulu.” Kata Bia berlari menuju kamar. Bia berkaca, Bia yang hanya memakai kaos oblong dan celana pendek tersipu malu. Ia salah tingkah dibuat Rio. Sampai-sampai Bia lupa akan mengambil apa didalam kamar. Aih iya! Bia harus mengambil kertas lipat untuk ditulisnya dengan Rio.
                Diruang tamu, Rio dan Bia berbincang seru. Ada sebersit kenyamanan yang Bia rasakan dengan hadirnya Rio. Rio yang menyihir Bia menjadi gadis yang baik. Jauh dari kanakalan yang pernah Bia lakukan. Bia lebih bisa sadar akan hidupnya didunia ini memang ditakdirkan untuk bertemu malaikat seperti Rio. Terimakasih Rio.
                “Bia, bener nih kamu ga boleh keluar?” tanya Rio.
                “Kayanya sih Ri. Tapi aku pengen banget liat bintang sama kamu.” Runtuk Bia.
                “Yaudah liat di atas atep aja.” Ucap Rio.
                “Eeergh ngeledek. Pokoknya nanti Bia mau liat bintang sama Rio.” Pinta Bia.
                Beberapa jam kemudian, Rio pamit karena masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan.
                Kalian harus tau, Rio, anak domisili sini tetapi dia harus bersekolah di kota nan jauh dari sini. Itu yang membuat jarak diantara Bia dan Rio semakin jauh. Namun Bia berjanji, dimanapun Rio, hatinya akan terus ada pada Rio. Hati Bia sudah berlabuh nyaman di hati Rio.
                Jam menunjukan pukul 14.00 WIB, saatnya Bia bersiap untuk les. Bunda Bia sudah pulang dari kantor. Bia langsung mengatur siasat perang. “Bun, tadi Rio kerumah, bawaain roti hasil karyanya loh. Eh Bun, beneran nih Bia ga boleh keluar sama Rio?” tanya Bia sedikit menaruh harapan. Bunda Bia tersenyum kecil. “Memang mau kemana lagi?” selidik Bunda. “Iya, si Rio ngajak keluar. Kasian loh Bun, dia sampe relain kesini mau ketemu Bunda buat ijin bawa keluar Bia tapi Bunda ga ada dirumah Bun. Gimana?” ujar Bia semangat. “Yaudah si Rio suruh ijin lewat sms ke Bunda gimana?” Kata Bunda tersenyum licik. “Iiiiiih Bunda niiih. Boleh ga nih? Abis les kok Bun, nanti si Rio suruh jemput Bia di les gimana?” tawar Bia. “Nyiih, si Rio suruh jemput Bia di rumah aja. Bia abis les pulang dulu aja. Dandan biar cantik. Tapi ga lebih dari jam tujuh, deal?” kata Bunda menenangkan. “Ya ampun Bunda baiiiiik. Makasih Bundaaaaaaa” Bia mencium pipi Bunda.
                Bia berangkat les dengan hati yang bahagia, sebelum berangkat, Bia mengabari Rio bahwa rencana Bia berhasil dan Bia diperbolehkan keluar bersama sang pujaan hatinya. Bia melempar handphone-nya ke laci motor. Bia menuju tempat les.
                Sesampainya ditempat les, Bia menengok jam tangannya. Sial, baru jam setengah dua. Batin Bia. Memang, jam dirumah Bia sengaja dibuat cepat setengah jam. Tapi kenapa Bia tidak sadar akan hal itu? Ah sudahlah, namanya orang sedang berbunga hehe. Didalam, Bia duduk bersama kakak customer service les tersebut. Setelah itu, Bia dipanggil oleh kakak pengajar, Bia berjalan riang menuju kakak pengajar. Mereka berbincang malah menjurus ke gosip.
                Jam berdentang dua kali, menyampaikan pesan bahwa jam sudah pukul dua siang dan bel masuk berdering. Bia masuk kelas. Ia mengikuti pelajaran tidak sampai jam tersakhir. Pukul lima kurang dua puluh menit Bia ijin ke pengajar dan diperbolehkan. Bia melesat menuju rumahnya. Jujur, Bia tidak sabar bertemu bintang hatinya.
Dirumah, Bia langsung mandi untuk ketiga kalinya, dan sumpah demi apapun, dinginnya air tidak dirasakan Bia yang sudah terbakar semangat. Setelah mandi, Bia dicegat oleh kakak super jailnya. “Hayolooooh mau kemanaaa?” tanya kakak Bia sambil colek-colek. “Ish mau tau ajaaa.” Jawab Bia sambil melengos pergi ke kamar. Ayah Bia mendengar percakapan mereka, lau berteriak tanya. “Bia sayaaang, memang mau kemanaaa? Ga boleh kemana-mana loh,kemaren udah pulang maleeem.” Kata Ayah. Bia berteriak juga dari dalam kamar, “Udah dibolehin Bunda, Yaaah. Tenang, pergi sama si cina tadi koook.” Rio memang disangka keluarga Bia sebagai cina. Namun sebenarnya dia jawa tulen, katanya sih.
Pukul lima, Rio belum juga muncul. Bia berniat untuk menelfon Rio. Namun pesan baru dari Rio terpampang di handphone Bia.
Bia, maaf telat, macet nih
Belum sempat Bia membalas pesan Rio, kakak Bia mengejutkan Bia dari belakang sehingga handphone Bia terjatuh dan mati. “Sial. Aish elu kak, mati kan eergh.” Bia menggigit pinggang kakaknya. Bia harus me-restart handphone-nya. Setelah menyala, pesan baru kembali datang.
Bia, aku udah di depan rumah.
Wiiii, seketika Bia berhenti bernafas. Bia memanggil Bunda untuk menemui Rio. Entah apa yang mereka bincangkan. Yang Bia lihat, Rio sedang mengelus-elus Bugsy, anjing kesayangan keluarga Bia. Bia keluar dengan perasaan senang.
“Bunda, Bia keluar dulu yaaaa.” Pamit Bia.
“Keluar ya Tante,” pamit Rio juga.
“Jangan malem-malem keluar ya. Sebelum jam delapan ya Rio.” Kata Bunda.
“Iya Tante. Makasih ya hehe.” Kata Rio.
Bia tersenyum senang. Dan yang membuat senyum bahagia itu hanyalah Rio semata.
Rio menggandeng menuju mobil jeepnya. Sontak Bia tertawa. “Rioooo. Orang gila kamu. Ini yang kamu bilang luar biasa? Hahaha hebaaaat.” Kata Bia menahan jeritannya. Bia sudah lama tidak naik jeep dari kelas lima sekolah dasar. Maklum, jeep Ayahnya sengaja di transmigrasikan ke Kalimantan agar dirawat adik kandung Ayah. Dan sekarang, Tuhan, Rio memang orang yang benar-benar baik.
“Mau kemana kita?” tanya Rio.
“Seterah Rio aja laah. Bia ngikut deh J” jawab Bia.
“Mau restoran atau atau ....”
“Angkringan?” tanya Bia
“Hahaha jangan deh. Kita beli makanan terus dimakan di SMP kita. Sambil liat bintang. Gimana?” tawaran Rio sangat menggiurkan.
“Mauuuuuuuu.” Jawab Bia cepat.
“Jadi mau beli makanan apa?”
“Seterah Rio. Rio pengennya apa?” tanya Bia.
“ KFC? Atau semacamnya?” kata Rio.
“Hmmm didepan gereja tuuuh.” Ajak Bia.
Akhirnya mereka menuju tempat makan itu. Namun sayang, tutup. Akhirnya Bia dan Rio berjalan menuju beberapa blok sebelahnya dan menemukan ayam joker. Namun karena antrian yang terlalu panjang, dan waktu berbuka yang hampir maka mereka memutuskan mencari tempat lainnya. Rio mengusulkan sate. Namun akhirnya mereka menuju satu pikiran yang sama, NASI GORENG, yeaaay.
                Rio memarkirkan mobilnya tepat didepan kantor PMI. Ya, disana berjajar warung makan yang tak kalah enak dengan makanan restoran. Rio kenal dengan salah satu tempat makan didaerah sana. Sebut saja warung itu warung Pak Yar. Nama yang sangat mudah untuk dihafal.
                Baru saja Rio memesan, tanda berbuka sudah berkumandang. Akhirnya Rio memesan minum untuk berbuka. Teh super hangat alias panas telah tersaji. Mereka menyesap teh tersebut dalam hening. Rio yang kepanasan menunjukan ekspresi mimik wajah yang lucu. Membuat Bia tertawa cekikikan. Bia mulai menyesap tehnya. Sontak ia memundurkan gelas tehnya. “Gila, minum teh ini dijamin bibir jadi seksi kali ya Ri hahaha.” Canda Bia.
                Setelah pesanan dibungkus, Bia dan Rio meluncur menuju SMP tercintanya. Perjalanan menjadi seru dengan perbincangan menarik diantara mereka berdua. Takdir Tuhan begitu indah. Sebelum sampai di SMP, Rio memarkir mobilnya didepan Indomart. Rio membeli minuman botol. Bia menunggu di mobil dengan hati berdebar, disana banyak lelaki yang berpenampilan menyeramkan. Bia melihat samping kirinya dan iseng membaca nama toko.
                Dug dug dug. Bia kaget setengah mati. Ia menoleh ke kanan. “Riooooooooo. Iseng banget siiih. Kaget tau.” Kata Bia manja. “Hahaha sekali-kali boleh dong ya hehe”
                Perjalanan berlanjut. Setibanya di SMP, Bia dan Rio menuju mushola depan SMP. Mereka sholat maghrib berjamaah. Hati Bia senang tak karuan. Inikah saatnya Rio menjadi imamnya untuk sekarang hingga selamanya?
                Bia dan Rio wudlu di masing-masing tempat yang terpisah. Setelah selesai, mereka masuk ke mushola dan berjamaah. Subhanallah, betapa beruntungnya aku Tuhan, batin Bia. Sholat yang dipimpin Rio menjadi satu kenangan yang sangat berwarna tajam untuk buku kehidupan Bia. Bia berdoa dalam sholatnya, semoga Rio menjadi imam dikehidupan Bia.
                Setelah sholat, Bia bersama Rio menuju destini selanjutnya. Lapangan basket SMP yang penuh bintang. Akhirnya keinginan Bia melihat bintang bersama Rio terwujud. Rio meminta ijin penjaga sekolah agar diijinkan berbuka puasa di lapangan basket. Dan beruntung, penjaga sekolah dengan senang hati memperbolehkannya. Mereka makan nasi goreng ditemani suara angin yang syahdu dan bintang yang bertaburan tak menentu di langit. Perbincangan terus berlanjut. Hingga Rio menghabiskan makanannya lebih cepat dari Bia. Bia menatap Rio. Debaran dada Bia kembali mencuat tak jelas. Bia malu. Lalu menolehkan tatapannya ke bintang. “Udah gapapa,aku tungguin makannya.” Kata Rio. Fiiuuuh untung Rio ga ngerti apa yang kurasain, batin Bia.
                Bia merasa perutnya sudah kenyang oleh makanan kesukaan Rio. Ia memutuskan untuk menutup bungkusan nasi goreng tersebut. Beberapa menit kemudian, Bia mengajak Rio untuk merebahkan badan di lapangan tersebut.
                “Rio, tiduran yuk. Satu,dua,tiga..” mereka merebahkan tubuh secara bersamaan dan berdekatan. Bintang menjadi sangat banyak dan serasa sangat dekat dengan mereka. Apalagi Bia, bintang hatinya yang biasanya berjarak ribuan meter, kini hanya berjarak beberapa milimeter. Bia berusaha sedekat mungkin dengan Rio,orang yang dikasihinya dengan tulus. Maklum, momen seperti ini jarang-jarang dilakukan mereka. Jarak yang terlampau jauh membuat pertemuan diantara mereka menjadi jarang. Namun mereka berdua masih percaya bahwa Tuhan Semesta Alam telah membuatkan takdir yang begitu indah untuk mereka berdua.
                Bia tidak menyangka bahwa dirinya dengan sosok pahlawan itu akan berjalan sedekat ini. Karena bila direka ulang, sewaktu SMP, mereka seperti dua makhluk yang hanya kenal sebatas nama. Namun sekarang? Mereka mengerti lular dalam satu sama lain. Setiap jengkal perbuatan baik Rio telah merasuki pikiran Bia. Menyihir Bia menjadi gadis yang baik. Menyulap Bia menjadi gadis yang mencintai makhluk Tuhan yang sempurna.
                “Bia, kamu dateng dari bintang yang mana?” tanya Rio.
                “Yang itu tuh. Yang paling terang. Rio liat ga?” balas Bia.
                “Rio, udah nemuin sirius belum?” tanya Bia lagi.
                “Hmmm udah daritadi.”
                “Dimana?”
                “Ini disamping aku hehe.” Jawab Rio.
                “Gombalgambiiiil.” Kata Bia sambil menggelitik pinggang Rio.
                Jarak tubuh Bia dan Rio hanya ada sejengkal. Bia masih bisa merasakan alunan jantung Rio. Bia bisa merasakan aliran darah yang mengalir di tubuhnya. Bia merasakan kehangatan yang lain daripada yang lain. Bia merasakan tubuh Rio! Bia menatap lembut paras sempurna seorang lelaki cina jawa itu. Dan yang terasa masih sama, degupan tak teratur Bia.
                “Bia, udah malem, pulang yuk.” Ajak Rio.
                “Aiiih. Bia belum puas Rioooo. Bentar yaaa.” Pinta Bia.
                “Aku udah janji ke mamah kamu Bia. Nanti kalo kita ga boleh keluar lagi gimana?”
                “Biarin. Kita gini juga langka banget kan Ri.”
                Lalu hening
                Mereka menikmati malam itu berdua. Tengah lapangan, sepi, sunyi, gelap, bintang, angin, cinta.
                Pukul delapan lebih, mereka memutuskan untuk pulang. Bia, perempuan beruntung sedunia ini merasakan senang yang tak dapat dibendung lagi. Sesampainya dirumah, Bia dan Rio disambut keluarga Bia yang sedang berada diluar rumah. Rio pamit dan berterimakasih pada Bunda. Keluarga Bia juga berterimakasih telah menjaga Bia sepenuh hati.
                Malam itu, Bia telah merasakan sesungguhnya siapa lelaki terbaik didunia ini setelah Ayah dan kakak Bia. Telah terukir satu nama lagi di hati Bia. RIO

                Tak banyak dari manusia mengerti apa yang terjadi diantara dua insan Tuhan ini. Kasih dan sayang menjalar di kehidupan mereka. Saling sudah terikat diantara tubuh mereka. Janji manis telah terukir di hati masing-masing. Rencana indah telah mereka buat. Walaupun jarak bisa pisahkan raga mereka, namun cinta tak dapat pisahkan jiwa mereka. Jiwa yang bersatu didalam bulatan dibawah bintang, jiwa yang bersatu dalam nama kasih. Jiwa yang kuat bersatu melawan jarak, jiwa yang bersatu dalam payung Ilahi.
                Dalam hening malam, Bia berdoa...
Tuhan, doa Bia masih sama seperti doa Bia yang sudah-sudah. Jagalah hubungan indah ini. Jadikanlah Rio pendamping sekaligus imamku untuk selamanya. Dekatkan jarak kami, hapuslah ribuan meter itu menjadi beberapa milimeter. Tuhan, Bia berterimakasih kepada-Mu. Kau ciptakan Rio di dunia ini. Bia mohon, Tuhan. Jadikanlah Rio hanya untuk Bia. Amin
                                                             
                                              Yang tulus mencintaimu, Bia