Jingga
warna langit sore itu
Mempesona
indah bak paras wajahmu
Hembusan
angin lembut menerpaku
Terbangkan
aku ke dalam pelukmu....
Tanggal tiga bulan delapan tahun dua ribu
tiga belas...
Seorang gadis duduk termenung meratapi kesedihan,
penyesalan akan kelakuannya. Sekarang iapun tidak diperbolehkan keluar rumah
oleh sang Bunda. Panggil saja gadis itu Bia.
Sehari
sebelumnya, Bia diundang ke ulang tahun salah satu teman SMP-nya. Bia berpamitan
pada Bunda dengan ketentuan tidak boleh pulang lewat dari jam tujuh malam. Bia
menyanggupi. Namun karena yang dinamakan anak muda, jarang bertemu pula, maka
Bia lupa akan janjinya. Sepulang dari ulang tahun itu, teman Bia mengajak dia
ke rumah temannya yang lain, Nanda. Bia lalai akan pesan orang tuanya. Bia tiba
di rumah pukul 21.30 WIB. Bukan kena marah, namun Bia diacuhkan oleh
orangtuanya.
Malam
harinya, Bia teringat bahwa tanggal tiga, Bia sudah berjanji akan keluar dengan
lelaki yang ia sayangi,Rio. Bia sadar benar, jika keadaannya seperti ini
pastilah esok ia tidak akan diberi izin. Bia bingung setengah mati, akhirnya
Bia menjelaskan pada Rio. Bia tahu, Rio pasti kecewa. Bia menyusun rencana agar
diperbolehkan oleh Bunda. Hari itu Bia ada jadwal les, mungkin saja setelah les
itu Bia boleh keluar dengan Rio. Tapi Bia sedikit ragu tentang alasan itu akan
diterima oleh Bunda.
Rio
menenangkan Bia, ia berkata bahwa dia yang akan bermain kerumah Bia. Bia senang
sekaligus terharu, Bia memang sangat ingin bertemu Rio. Tapi ada sesuatu yang
mengganjal pikiran Bia, jika Rio bermain ke rumah Bia, apakah bisa leluasa Bia
bermain dengan Rio??
Tak
seperti biasanya, Bia mandi lebih awal. Niat Bia, ia ingin menulis cerita
tentang dirinya dan Rio. Dan untuk menulis itu semua, dibutuhkan pikiran. Niat
Bia, ia ingin menulis cerita tentang dirinya dan Rio. Dan untuk menulis itu
semua, dibutuhkan pikiran yang jernih dan badan yang segar tentunya.
Setelah
mandi, Bia langsung mengambil laptopnya untuk bersiap mengetik ketikan jarinya.
Semua orang dirumah sedang sibuk masing-masing. Ayah dan kakak Bia sedang
memasang bendera merah-putih serta lampu warna,sedang Bunda masih sibuk
bekerja. Bia yang sibuk mengetik sudah lupa akan dunia nyatanya.
“Biaaaa
Biaaaa. Keluar Biaaa” teriak Ayah. Bia masih serius menggeluti dunia
imajinasinya. “Biaaaa” ulang Ayah. Bia tersentak. Ia beranjk dari tempat
tidurnya. Meninggalkan ketikannya. Menunda imajinasinya. Membuka pintu kamar.
Melihat Ayah berlari kecil sambil berkata, “Itu ada temen kamu. Siapa itu yang
cina itu Bia?” ujar Ayah. Bia memutar otaknya. Masa iya si Rio dateng kemari ga
bilang-bilang? Pikirnya. Bia menuju ruang tamu. Sosok gagah nan teduh terlihat.
Bia kaget. Bia tak dapat berucap. Sontak untuk menghilangkan kesaltingannya, Bia menyapa. “Riooooo.
Ngapain kamuuuu????” teriak kecil Bia. “Nah ini aku bawain ini buat kamu,
katanya mau ngicip ehehe.” Jawab Rio. Ia membawa roti hasil buatanya. “Ish,
bentar tunggu ya. Duduk dulu.” Kata Bia berlari menuju kamar. Bia berkaca, Bia
yang hanya memakai kaos oblong dan celana pendek tersipu malu. Ia salah tingkah
dibuat Rio. Sampai-sampai Bia lupa akan mengambil apa didalam kamar. Aih iya!
Bia harus mengambil kertas lipat untuk ditulisnya dengan Rio.
Diruang
tamu, Rio dan Bia berbincang seru. Ada sebersit kenyamanan yang Bia rasakan
dengan hadirnya Rio. Rio yang menyihir Bia menjadi gadis yang baik. Jauh dari
kanakalan yang pernah Bia lakukan. Bia lebih bisa sadar akan hidupnya didunia
ini memang ditakdirkan untuk bertemu malaikat seperti Rio. Terimakasih Rio.
“Bia,
bener nih kamu ga boleh keluar?” tanya Rio.
“Kayanya
sih Ri. Tapi aku pengen banget liat bintang sama kamu.” Runtuk Bia.
“Yaudah
liat di atas atep aja.” Ucap Rio.
“Eeergh
ngeledek. Pokoknya nanti Bia mau liat bintang sama Rio.” Pinta Bia.
Beberapa
jam kemudian, Rio pamit karena masih ada beberapa urusan yang harus
diselesaikan.
Kalian
harus tau, Rio, anak domisili sini tetapi dia harus bersekolah di kota nan jauh
dari sini. Itu yang membuat jarak diantara Bia dan Rio semakin jauh. Namun Bia
berjanji, dimanapun Rio, hatinya akan terus ada pada Rio. Hati Bia sudah
berlabuh nyaman di hati Rio.
Jam
menunjukan pukul 14.00 WIB, saatnya Bia bersiap untuk les. Bunda Bia sudah
pulang dari kantor. Bia langsung mengatur siasat perang. “Bun, tadi Rio
kerumah, bawaain roti hasil karyanya loh. Eh Bun, beneran nih Bia ga boleh
keluar sama Rio?” tanya Bia sedikit menaruh harapan. Bunda Bia tersenyum kecil.
“Memang mau kemana lagi?” selidik Bunda. “Iya, si Rio ngajak keluar. Kasian loh
Bun, dia sampe relain kesini mau ketemu Bunda buat ijin bawa keluar Bia tapi
Bunda ga ada dirumah Bun. Gimana?” ujar Bia semangat. “Yaudah si Rio suruh ijin
lewat sms ke Bunda gimana?” Kata Bunda tersenyum licik. “Iiiiiih Bunda niiih.
Boleh ga nih? Abis les kok Bun, nanti si Rio suruh jemput Bia di les gimana?”
tawar Bia. “Nyiih, si Rio suruh jemput Bia di rumah aja. Bia abis les pulang
dulu aja. Dandan biar cantik. Tapi ga lebih dari jam tujuh, deal?” kata Bunda menenangkan. “Ya ampun
Bunda baiiiiik. Makasih Bundaaaaaaa” Bia mencium pipi Bunda.
Bia
berangkat les dengan hati yang bahagia, sebelum berangkat, Bia mengabari Rio
bahwa rencana Bia berhasil dan Bia diperbolehkan keluar bersama sang pujaan
hatinya. Bia melempar handphone-nya
ke laci motor. Bia menuju tempat les.
Sesampainya
ditempat les, Bia menengok jam tangannya. Sial, baru jam setengah dua. Batin
Bia. Memang, jam dirumah Bia sengaja dibuat cepat setengah jam. Tapi kenapa Bia
tidak sadar akan hal itu? Ah sudahlah, namanya orang sedang berbunga hehe.
Didalam, Bia duduk bersama kakak customer
service les tersebut. Setelah itu, Bia dipanggil oleh kakak pengajar, Bia
berjalan riang menuju kakak pengajar. Mereka berbincang malah menjurus ke
gosip.
Jam
berdentang dua kali, menyampaikan pesan bahwa jam sudah pukul dua siang dan bel
masuk berdering. Bia masuk kelas. Ia mengikuti pelajaran tidak sampai jam
tersakhir. Pukul lima kurang dua puluh menit Bia ijin ke pengajar dan
diperbolehkan. Bia melesat menuju rumahnya. Jujur, Bia tidak sabar bertemu
bintang hatinya.
Dirumah, Bia langsung mandi untuk ketiga
kalinya, dan sumpah demi apapun, dinginnya air tidak dirasakan Bia yang sudah
terbakar semangat. Setelah mandi, Bia dicegat oleh kakak super jailnya.
“Hayolooooh mau kemanaaa?” tanya kakak Bia sambil colek-colek. “Ish mau tau
ajaaa.” Jawab Bia sambil melengos pergi ke kamar. Ayah Bia mendengar percakapan
mereka, lau berteriak tanya. “Bia sayaaang, memang mau kemanaaa? Ga boleh
kemana-mana loh,kemaren udah pulang maleeem.” Kata Ayah. Bia berteriak juga
dari dalam kamar, “Udah dibolehin Bunda, Yaaah. Tenang, pergi sama si cina tadi
koook.” Rio memang disangka keluarga Bia sebagai cina. Namun sebenarnya dia
jawa tulen, katanya sih.
Pukul lima, Rio belum juga muncul. Bia
berniat untuk menelfon Rio. Namun pesan baru dari Rio terpampang di handphone Bia.
Bia,
maaf telat, macet nih
Belum sempat Bia membalas pesan Rio, kakak Bia
mengejutkan Bia dari belakang sehingga handphone
Bia terjatuh dan mati. “Sial. Aish elu kak, mati kan eergh.” Bia menggigit
pinggang kakaknya. Bia harus me-restart
handphone-nya. Setelah menyala, pesan
baru kembali datang.
Bia,
aku udah di depan rumah.
Wiiii, seketika Bia berhenti bernafas. Bia
memanggil Bunda untuk menemui Rio. Entah apa yang mereka bincangkan. Yang Bia
lihat, Rio sedang mengelus-elus Bugsy, anjing kesayangan keluarga Bia. Bia
keluar dengan perasaan senang.
“Bunda, Bia keluar dulu yaaaa.” Pamit Bia.
“Keluar ya Tante,” pamit Rio juga.
“Jangan malem-malem keluar ya. Sebelum jam
delapan ya Rio.” Kata Bunda.
“Iya Tante. Makasih ya hehe.” Kata Rio.
Bia tersenyum senang. Dan yang membuat senyum
bahagia itu hanyalah Rio semata.
Rio menggandeng menuju mobil jeepnya. Sontak
Bia tertawa. “Rioooo. Orang gila kamu. Ini yang kamu bilang luar biasa? Hahaha
hebaaaat.” Kata Bia menahan jeritannya. Bia sudah lama tidak naik jeep dari
kelas lima sekolah dasar. Maklum, jeep Ayahnya sengaja di transmigrasikan ke
Kalimantan agar dirawat adik kandung Ayah. Dan sekarang, Tuhan, Rio memang
orang yang benar-benar baik.
“Mau kemana kita?” tanya Rio.
“Seterah Rio aja laah. Bia ngikut deh J” jawab
Bia.
“Mau restoran atau atau ....”
“Angkringan?” tanya Bia
“Hahaha jangan deh. Kita beli makanan terus
dimakan di SMP kita. Sambil liat bintang. Gimana?” tawaran Rio sangat menggiurkan.
“Mauuuuuuuu.” Jawab Bia cepat.
“Jadi mau beli makanan apa?”
“Seterah Rio. Rio pengennya apa?” tanya Bia.
“ KFC? Atau semacamnya?” kata Rio.
“Hmmm didepan gereja tuuuh.” Ajak Bia.
Akhirnya mereka menuju tempat makan itu. Namun
sayang, tutup. Akhirnya Bia dan Rio berjalan menuju beberapa blok sebelahnya
dan menemukan ayam joker. Namun karena antrian yang terlalu panjang, dan waktu
berbuka yang hampir maka mereka memutuskan mencari tempat lainnya. Rio
mengusulkan sate. Namun akhirnya mereka menuju satu pikiran yang sama, NASI
GORENG, yeaaay.
Rio
memarkirkan mobilnya tepat didepan kantor PMI. Ya, disana berjajar warung makan
yang tak kalah enak dengan makanan restoran. Rio kenal dengan salah satu tempat
makan didaerah sana. Sebut saja warung itu warung Pak Yar. Nama yang sangat
mudah untuk dihafal.
Baru saja Rio
memesan, tanda berbuka sudah berkumandang. Akhirnya Rio memesan minum untuk
berbuka. Teh super hangat alias panas telah tersaji. Mereka menyesap teh
tersebut dalam hening. Rio yang kepanasan menunjukan ekspresi mimik wajah yang
lucu. Membuat Bia tertawa cekikikan. Bia mulai menyesap tehnya. Sontak ia
memundurkan gelas tehnya. “Gila, minum teh ini dijamin bibir jadi seksi kali ya
Ri hahaha.” Canda Bia.
Setelah
pesanan dibungkus, Bia dan Rio meluncur menuju SMP tercintanya. Perjalanan
menjadi seru dengan perbincangan menarik diantara mereka berdua. Takdir Tuhan
begitu indah. Sebelum sampai di SMP, Rio memarkir mobilnya didepan Indomart.
Rio membeli minuman botol. Bia menunggu di mobil dengan hati berdebar, disana
banyak lelaki yang berpenampilan menyeramkan. Bia melihat samping kirinya dan
iseng membaca nama toko.
Dug dug dug. Bia kaget setengah mati. Ia
menoleh ke kanan. “Riooooooooo. Iseng banget siiih. Kaget tau.” Kata Bia manja.
“Hahaha sekali-kali boleh dong ya hehe”
Perjalanan
berlanjut. Setibanya di SMP, Bia dan Rio menuju mushola depan SMP. Mereka
sholat maghrib berjamaah. Hati Bia senang tak karuan. Inikah saatnya Rio
menjadi imamnya untuk sekarang hingga selamanya?
Bia dan Rio
wudlu di masing-masing tempat yang terpisah. Setelah selesai, mereka masuk ke
mushola dan berjamaah. Subhanallah, betapa beruntungnya aku Tuhan, batin Bia.
Sholat yang dipimpin Rio menjadi satu kenangan yang sangat berwarna tajam untuk
buku kehidupan Bia. Bia berdoa dalam sholatnya, semoga Rio menjadi imam
dikehidupan Bia.
Setelah
sholat, Bia bersama Rio menuju destini selanjutnya. Lapangan basket SMP yang
penuh bintang. Akhirnya keinginan Bia melihat bintang bersama Rio terwujud. Rio
meminta ijin penjaga sekolah agar diijinkan berbuka puasa di lapangan basket.
Dan beruntung, penjaga sekolah dengan senang hati memperbolehkannya. Mereka
makan nasi goreng ditemani suara angin yang syahdu dan bintang yang bertaburan
tak menentu di langit. Perbincangan terus berlanjut. Hingga Rio menghabiskan
makanannya lebih cepat dari Bia. Bia menatap Rio. Debaran dada Bia kembali
mencuat tak jelas. Bia malu. Lalu menolehkan tatapannya ke bintang. “Udah
gapapa,aku tungguin makannya.” Kata Rio. Fiiuuuh untung Rio ga ngerti apa yang
kurasain, batin Bia.
Bia merasa
perutnya sudah kenyang oleh makanan kesukaan Rio. Ia memutuskan untuk menutup
bungkusan nasi goreng tersebut. Beberapa menit kemudian, Bia mengajak Rio untuk
merebahkan badan di lapangan tersebut.
“Rio, tiduran
yuk. Satu,dua,tiga..” mereka merebahkan tubuh secara bersamaan dan berdekatan.
Bintang menjadi sangat banyak dan serasa sangat dekat dengan mereka. Apalagi
Bia, bintang hatinya yang biasanya berjarak ribuan meter, kini hanya berjarak
beberapa milimeter. Bia berusaha sedekat mungkin dengan Rio,orang yang
dikasihinya dengan tulus. Maklum, momen seperti ini jarang-jarang dilakukan
mereka. Jarak yang terlampau jauh membuat pertemuan diantara mereka menjadi
jarang. Namun mereka berdua masih percaya bahwa Tuhan Semesta Alam telah
membuatkan takdir yang begitu indah untuk mereka berdua.
Bia tidak
menyangka bahwa dirinya dengan sosok pahlawan itu akan berjalan sedekat ini.
Karena bila direka ulang, sewaktu SMP, mereka seperti dua makhluk yang hanya
kenal sebatas nama. Namun sekarang? Mereka mengerti lular dalam satu sama lain.
Setiap jengkal perbuatan baik Rio telah merasuki pikiran Bia. Menyihir Bia
menjadi gadis yang baik. Menyulap Bia menjadi gadis yang mencintai makhluk
Tuhan yang sempurna.
“Bia, kamu
dateng dari bintang yang mana?” tanya Rio.
“Yang itu
tuh. Yang paling terang. Rio liat ga?” balas Bia.
“Rio, udah
nemuin sirius belum?” tanya Bia lagi.
“Hmmm udah
daritadi.”
“Dimana?”
“Ini disamping
aku hehe.” Jawab Rio.
“Gombalgambiiiil.”
Kata Bia sambil menggelitik pinggang Rio.
Jarak tubuh
Bia dan Rio hanya ada sejengkal. Bia masih bisa merasakan alunan jantung Rio.
Bia bisa merasakan aliran darah yang mengalir di tubuhnya. Bia merasakan kehangatan
yang lain daripada yang lain. Bia merasakan tubuh Rio! Bia menatap lembut paras
sempurna seorang lelaki cina jawa itu. Dan yang terasa masih sama, degupan tak
teratur Bia.
“Bia, udah
malem, pulang yuk.” Ajak Rio.
“Aiiih. Bia
belum puas Rioooo. Bentar yaaa.” Pinta Bia.
“Aku udah
janji ke mamah kamu Bia. Nanti kalo kita ga boleh keluar lagi gimana?”
“Biarin. Kita
gini juga langka banget kan Ri.”
Lalu hening
Mereka
menikmati malam itu berdua. Tengah lapangan, sepi, sunyi, gelap, bintang,
angin, cinta.
Pukul delapan
lebih, mereka memutuskan untuk pulang. Bia, perempuan beruntung sedunia ini
merasakan senang yang tak dapat dibendung lagi. Sesampainya dirumah, Bia dan
Rio disambut keluarga Bia yang sedang berada diluar rumah. Rio pamit dan
berterimakasih pada Bunda. Keluarga Bia juga berterimakasih telah menjaga Bia
sepenuh hati.
Malam itu,
Bia telah merasakan sesungguhnya siapa lelaki terbaik didunia ini setelah Ayah
dan kakak Bia. Telah terukir satu nama lagi di hati Bia. RIO
Tak banyak
dari manusia mengerti apa yang terjadi diantara dua insan Tuhan ini. Kasih dan
sayang menjalar di kehidupan mereka. Saling sudah terikat diantara tubuh
mereka. Janji manis telah terukir di hati masing-masing. Rencana indah telah
mereka buat. Walaupun jarak bisa pisahkan raga mereka, namun cinta tak dapat
pisahkan jiwa mereka. Jiwa yang bersatu didalam bulatan dibawah bintang, jiwa
yang bersatu dalam nama kasih. Jiwa yang kuat bersatu melawan jarak, jiwa yang bersatu
dalam payung Ilahi.
Dalam hening
malam, Bia berdoa...
Tuhan, doa
Bia masih sama seperti doa Bia yang sudah-sudah. Jagalah hubungan indah ini.
Jadikanlah Rio pendamping sekaligus imamku untuk selamanya. Dekatkan jarak
kami, hapuslah ribuan meter itu menjadi beberapa milimeter. Tuhan, Bia berterimakasih
kepada-Mu. Kau ciptakan Rio di dunia ini. Bia mohon, Tuhan. Jadikanlah Rio
hanya untuk Bia. Amin ♥
Yang tulus mencintaimu, Bia ♥