Saturday, April 27, 2013

Bangau Biru dan Bangau Merah (part1)




You're still the one I run to
The one that I belong to
You're still the one I want for life

You're still the one that I love
The only one I dream of
You're still the one I kiss good night


“Dear, besok aku pergi ke kotamu. Mungkin cuman sehari. Setelah itu, aku pindah. Kamu bakalan dateng kan besok?”
“Oke sayang. Besok aku pasti dateng.”

Gadis berparas putih itu duduk termenung didalam mobil. Ern namanya. Ia bersama mama dan sopirnya pergi pagi-pagi buta berangkat menuju sekolah Ern. Ern diberi kesempatan sekolah selama sehari full di sekolah tersebut sebelum ia dipindahkan oleh sang mama.
Malam sebelumnya, Ern telah menghubungi pacarnya,Dewa, agar besok dapat meluangkan waktu sejenak. Tak lupa, Ern juga membuatkan sesuatu sebagai kenangan. Ia ingin, walaupun mereka terpisah jarak, namun mereka akan selalu tetap memiliki hati satu sama lainnya.
Jam menunjukan pukul 7.00. Namun Ern belum juga masuk ke komplek sekolahan tersebut. Jalanan bertambah padat dan susah untuk melaju. Ern sudah berfikir dalam hati bahwa ini adalah jalan menuju keterlambatan. Ern juga belum memakai seragam karena semua seragam ia tinggalkan di kost.
Sesampainya di kost, pukul 7.10. Ern langsung berlari menuju kamarnya dan mengganti kaos merahnya dengan seragam osis. Ern lupa menempatkan tas gendongnya. Tanpa berfikir, ia mengambil tas perginya yang sangat kecil dan hanya membawa satu buku tulis. Tanpa membawa alat tulis.Payah.
Gerbang sekolah sudah tertutup rapat, tanda bahwa siapapun yang telat harus menjalani hukuman. Hukuman disini bukan berarti hukuman fisik, namun hukuman batin. Setelah mengisi daftar telat, Ern diberi surat ijin mengikuti pelajaran. Tetapi tunggu, penyiksaan baru saja dimulai. Ern dengan jajaran anak- anak yang telat berdiri tegap didepan kantin. Bukan karena lapar, melainkan kantin dekat dengan gerbang, jadi hukumannya ya didepan kantin. Bapak guru konseling mulai berceramah. “Kalian tahu apa akibatnya jika kalian telat? Mau jadi apa bangsa ini kalo generasi penerus sering telat? Kalian sadar kalian ini siapa? Kalian ini bukan kerbau. Kalian murid- murid cerdas yang kami pilih untuk meneruskan nusa bangsa........”
Sementara guru tersebut berceramah, tiba-tiba pikiran Ern terbang melayang. Ia memikirkan perpisahan dengan anak-anak. Ia memikirkan berpisah dengan pasukan, memikirnya berpisah dari pujaan hatinya, serta memikirkan berpisah dengan guru konseling yang bawelnya naudzubilah #whoops.
Setelah guru konseling selesai berceramah, Ern dan kawan-kawan diperbolehkan mengikuti pelajaran. Saat itu ruang Ern berada di lantai dua bagian utara. Ia sadar bahwa pelajaran pertama adalah pelajaran pkn oleh Bapak Is, guru yang terkenal killernya. Guru tersebut juga pernah menegur Ern ketika Ern remidi. Beliau berkata bahwa Ern tukang tidur. “Mampus dah. Bisa dikatain moloran lagi nih.” Batin Ern.
Tok tok tok....
            Ern mengetuk kelas dan membuka sembari mengucap salam. Ternyata benar, Bapak Is sudah duduk gagah di singgasana Beliau. Beliau mempersilakan Ern masuk. Ern melangkahkan kakinya ke dalam kelas dan seketika itu pula, Ern disambut oleh teman-temannya.
“Eeeern...” kata teman-teman. Ern hanya tersenyum pada semua hadirin. Ia langsung menghadap ke Bapak Is untuk menyerahkan kertas terlambatnya dan meminta maaf. Ern duduk bersama Desica, sahabat terbaiknya.  
“Kamu kenapa, Ern?” tanya Desica, melihat mata panda Ern.
“Gapapa, Ca. Kecapean aja kali. By the way, barengin bukupelajarannya ya. Gue ga bawa nih.” Kata Ern.
“Loh? Kenapa ga bawa?” tanya Desica curiga.
“Gapapa darl, lagi males aja hehe.” Ern memaksakan tersenyum.
Ern memang belum memberitahukan semuanya pada Desica, sahabatnya sendiri. Ern dipindahkan karena alasan yang sangat irasional. Selain karena Ern ketahuan berpacaran, orang tua Ern juga tidak bisa jauh dari Ern, anak perempuan satu-satunya. Keluarga Ern selalu menganggap Ern sebagai bocah kecil yang belum seharusnya tinggal jauh dari sang orang tua. Namun berbeda dengan pendapat Ern.Ern merasa ia sudah dapat mengatasi semuanya. Ia sudah besar, ia tahu mana yang benar dan salah. Ern juga mempunyai kakak angkat yang selalu mengajarkan kebenaran, Kak Lafi. Kak Lafi adalah teman sekamar Ern yang sudah dianggap kakak oleh Ern. Bagi Ern, Kak Lafi adalah suri tauladan, sahabat, kakak, juga keluarga keduanya.
Bel istirahat berbunyi, biasanya Ern dan Desica langsung lari menuju kantin membeli roti isi cokelat dan choki choki sekaligus minuman mineral. Namun kali ini berbeda. Setelah pindah kelas, Ern lebih memilih diam di kelsa dan lebih mendekatkan diri dengan anak-anak kelas. Ya, sekolah Ern menerapkan sistem moving class. Ern membaur dengan anak kelas. Itu membuat salah satu teman Ern, Dian heran. Dian bertanya pada Ern mengapa sikap Ern begitu berbeda hari ini. Ern ingin memberitahukan semuanya, tetapi tiba-tiba mama Ern menelfon Ern untuk segera ke ruang BK. Lalu Ern menuju ruang BK di lantai dua. Ern menitipkan tas Ern pada Desica. Ern bermaksud agar setelah dipanggil di ruang BK, ia masih dapat mengikuti pelajaran “terakhir” bukan langsung pulang.
Di ruang BK, Ern melihat mama dengan cemas. Ern terus berdoa dalam hati agar kepindahannya di gagalkan. Ern mendekati sang mama yang sudah berhadapan dengan guru BK kelas X, Ibu Siti. Ibu Siti mempersilahkan Ern masuk setelah Ern mengucap salam. Ern duduk di sebelah sang mama. Obrolanpun dimulai dengan pertanyaan dari Ibu Siti.
“Ern, kenapa pengen pindah? Ern ada masalah sama temen Ern?” Tanya Ibu Siti lembut. Ern langsung teringat. ‘De, besok kalo ditanya kenapa pindah bilang kamu yang pengen ya. Biar gampang pindahnya.’ Ucapan tersebut membayangi Ern.
“Kalo ada masalah sama temen, cerita aja. Biar diselesein. Tapi penyelesaiannya bukan dengan Ern pindah juga kan.” Ujar Bu Siti bijaksana. Ern tersadar dari lamunannya.
“Engga Bu. Ern pengen pindah aja. Temen-temen Ern baik semua. Ern suka mereka. Mereka juga pada sayang sama Ern. Banyak yang ngedukung Ern. Banyak kakak kelas yang akrab dan sayang sama Ern. Ern ga ada masalah sama sekali sama mereka Bu.” Ucap Ern, suaranya mulai menggetar. Ern melihat ke arah mama. Bu Siti seperti mengetahui sesuatu.
“Ern pindah bukan karena mama kan? Jangan-jangan Ern disuruh mama pindah. Disini Ern nyaman kan?” tanya Bu Siti. ‘Nyaman banget, Bu. Ern ga mau pindah. Ern sayang sama temen-temen Ern. Ern sayang sama Dewa. Ern betah banget disini. Ern pengen disini. Ern suka sama apa yang sekarang dihadapan Ern. Disini Ern sangat dihargai, Bu. Ern senang. Beda sama waktu di sana, Bu. Ern ga mau pindah Bu. Ern ga mau jatuh lagi. Ern udah nyaman Bu. Tuhan, bantu Ern. Jangan pindahin Ern. Ern mohon Tuhan’ batin Ern.
“Engga. Ern kan yang minta pindah. Ya kan sayang?” mama Ern menjawab.
“Bukan gitu, Bu. Kadang kalo kita  memaksakan kehendak anak, anak akan depresi dan mempengaruhi kehidupannya loh, Bu.” Terang Bu Siti ‘Iya bener banget. Ayo Bu Siti, bantu Ern, Bu.’ Lagi-lagi hanya batin yang bicara. Ern hanya bisa memandang kedua wanita paruh baya tersebut.
“Nilai- nilai Ern gimana? Ada yang sulit? Kalo pindah Ern mau kemana?” Bu Siti menyentuh pundah Ern dengan lembut. Ern langsung merasa seperti tersengat aliran listrik seribu volt. Bukan seribu. Beribu-ribu volt. Muka Ern sudah memanas. Lagi-lagi ibu yang melahirkan Ern ke dunia fana ini yang menjawab.
“Nilai Ern bagus-bagus. Kemaren dia ngomong kalo nilainya mulai meningkat. Kalo pindah di kotanya udah ada yang mau nerima. SMA X.” Kata mama. Ern hanya mengehela nafas. Bu Siti mulai memperlihatkan wajah prihatin ke arah Ern. Muka Ern nampak mulai memerah. Ern tak kuasa mendengar semuanya.
“Di SMA X juga SBI? Kalo disini kan sudah SBI, lulusannya bisa terjamin. Ern nantinya juga bisa menyesuaikan kemana dia masuk ke perguruan tinggi. Lebih bisa menyesuaikan.” Tanya Bu Siti.
“Iya. Sudah SBI. Kakaknya Ern juga lulusan SMA X, dia sekarang keterima di STAN.” Jawab mama Ern. ‘Ya Tuhan. Ern ingin ikut pelajaran lagi. Ern masih pengen sama temen-temen Ern.’
“Ya sudah kalau begitu, Ibu sekarang ke ruang kepala sekolah aja. Ngomong sama Kepala Sekolah langsung saja. Saya disini hanya membantu memecahkan masalah. Kalau ternyata kemauan Ern sudah bulat ingin pindah, ya mau bagaimana lagi.” Bu Siti menyerah. ‘Tuhaaaaan. Bagaimana Tuhan? Engkau tidak akan membantu makhluk-Mu kah?’ hati Ern menangis.
Ern keluar dari ruangan Bu Siti. Di ruang tunggu, Ern bertemu dengan Edo. Kakak alumni, juga salah satu anggota Pasukan Inti –Ern juga mengikuti extra tersebut-. Edo memang sudah dekat dengan keluarga Ern karena orang tua Ern mengerti bahwa Edo sangat baik terhadap putrinya.
“Eh, Edo. Tau kah kalo Ern mau pindah?” tanya mama Ern.
“Iya tante. Kenapa harus pindah tan? Kan sayang. Ern udah klop banget sama temen-temennya loh tant.” Ucap Edo. ‘ayo Kak Edo. Bujuk mama. Tolongin aku biar ga pindah. Tolong Kak Edo. Tuhan, apakah Kau menunjuk Kak Edo untuk menolongku kali ini?’ gumam Ern dalam hati.
Ern, sang mama dan Edo berjalan menuju Kantor KepSek. Ditengah jalan, Ern meminta pada bundanya agar ia masuk kelas, sedang mama mengurus kepindahannya. Mama Ern mengiyakan. Ern di antar mama dan Edo menuju ruang fisika. Ern membuka pintu kelas. Tak disangka, ternyata Ern membuka pintu yang salah. Ia membuka pintu kelas dua belas IPA.
Ern masuk didalam kelas fisika tersebut. Desica langsung memanggil nama Ern. Ern menghampiri Desica dan memeluk Desica. Tas Ern sudah dibawakan pula. Tiba-tiba guru fisika Ern, yang notabene adalah saudara sepupu Ern berkata, “Kamu tega Ern, ninggalin temen-temen kamu?” Ern hanya tersenyum pada pada guru fisika, Pak Won. “Nanti sekretaris kamu jadi pengangguran loh.” Sambung Pak Won. Memang telah menjadi kebiasaan Ern dan Desica. Jika salah satu dari mereka tidak membawa buku catatan, maka salah satu dari mereka akan menulis dibuku lainnya. Waktu itu Desica tidak membawa buku catatan fisika, maka Desica mencatat pelajaran pada buku Ern. Begitu juga sebaliknya, dulu, ketika Ern tidak membawa buku bahasa indonesia, maka Ern mencatat pelajaran bahasa indonesia di buku milik Desica.
“Ern, kamu tega ninggalin kita-kita? Nanti yang jadi sekretaris siapa coba?” celetuk Hilmy dari belakang kelas. Ern mengikuti pelajaran tetapi tidak satupun dari pelajaran yang dapat ia terima.
Beberapa menit kemudian, handphone Ern bergetar. Sebuah pesan singkat masuk. Ternyata dari salah satu kakak kelas Ern, Kak Raras. Dia memberitahukan agar Pasukan Inti nanti sepulang sekolah jangan langsung pulang, melainkan berkumpul sebentar di lapangan. Ern sudah berfirasat. Ia ingin menangis saat itu juga. Ern melihat kehadapan Desica. Ternyata dia tahu. Ia langsung memeluk Ern.

3 comments: