You're still the one I run to
The one that I belong to
You're still the one I want
for life
You're still the one that I
love
The only one I dream of
You're still the one I kiss
good night
“Dear, besok aku pergi ke kotamu. Mungkin cuman
sehari. Setelah itu, aku pindah. Kamu bakalan dateng kan besok?”
“Oke
sayang. Besok aku pasti dateng.”
Gadis
berparas putih itu duduk termenung didalam mobil. Ern namanya. Ia bersama mama
dan sopirnya pergi pagi-pagi buta berangkat menuju sekolah Ern. Ern diberi
kesempatan sekolah selama sehari full di sekolah tersebut sebelum ia
dipindahkan oleh sang mama.
Malam
sebelumnya, Ern telah menghubungi pacarnya,Dewa, agar besok dapat meluangkan
waktu sejenak. Tak lupa, Ern juga membuatkan sesuatu sebagai kenangan. Ia
ingin, walaupun mereka terpisah jarak, namun mereka akan selalu tetap memiliki
hati satu sama lainnya.
Jam
menunjukan pukul 7.00. Namun Ern belum juga masuk ke komplek sekolahan
tersebut. Jalanan bertambah padat dan susah untuk melaju. Ern sudah berfikir
dalam hati bahwa ini adalah jalan menuju keterlambatan. Ern juga belum memakai
seragam karena semua seragam ia tinggalkan di kost.
Sesampainya
di kost, pukul 7.10. Ern langsung berlari menuju kamarnya dan mengganti kaos
merahnya dengan seragam osis. Ern lupa menempatkan tas gendongnya. Tanpa
berfikir, ia mengambil tas perginya yang sangat kecil dan hanya membawa satu
buku tulis. Tanpa membawa alat tulis.Payah.
Gerbang
sekolah sudah tertutup rapat, tanda bahwa siapapun yang telat harus menjalani
hukuman. Hukuman disini bukan berarti hukuman fisik, namun hukuman batin.
Setelah mengisi daftar telat, Ern diberi surat ijin mengikuti pelajaran. Tetapi
tunggu, penyiksaan baru saja dimulai. Ern dengan jajaran anak- anak yang telat
berdiri tegap didepan kantin. Bukan karena lapar, melainkan kantin dekat dengan
gerbang, jadi hukumannya ya didepan kantin. Bapak guru konseling mulai
berceramah. “Kalian tahu apa akibatnya jika kalian telat? Mau jadi apa bangsa ini
kalo generasi penerus sering telat? Kalian sadar kalian ini siapa? Kalian ini
bukan kerbau. Kalian murid- murid cerdas yang kami pilih untuk meneruskan nusa
bangsa........”
Sementara
guru tersebut berceramah, tiba-tiba pikiran Ern terbang melayang. Ia memikirkan
perpisahan dengan anak-anak. Ia memikirkan berpisah dengan pasukan, memikirnya
berpisah dari pujaan hatinya, serta memikirkan berpisah dengan guru konseling
yang bawelnya naudzubilah #whoops.
Setelah
guru konseling selesai berceramah, Ern dan kawan-kawan diperbolehkan mengikuti
pelajaran. Saat itu ruang Ern berada di lantai dua bagian utara. Ia sadar bahwa
pelajaran pertama adalah pelajaran pkn oleh Bapak Is, guru yang terkenal
killernya. Guru tersebut juga pernah menegur Ern ketika Ern remidi. Beliau
berkata bahwa Ern tukang tidur. “Mampus dah. Bisa dikatain moloran lagi nih.”
Batin Ern.
Tok tok tok....
Ern mengetuk kelas dan membuka
sembari mengucap salam. Ternyata benar, Bapak Is sudah duduk gagah di
singgasana Beliau. Beliau mempersilakan Ern masuk. Ern melangkahkan kakinya ke
dalam kelas dan seketika itu pula, Ern disambut oleh teman-temannya.
“Eeeern...”
kata teman-teman. Ern hanya tersenyum pada semua hadirin. Ia langsung menghadap
ke Bapak Is untuk menyerahkan kertas terlambatnya dan meminta maaf. Ern duduk
bersama Desica, sahabat terbaiknya.
“Kamu
kenapa, Ern?” tanya Desica, melihat mata panda Ern.
“Gapapa,
Ca. Kecapean aja kali. By the way, barengin
bukupelajarannya ya. Gue ga bawa nih.” Kata Ern.
“Loh?
Kenapa ga bawa?” tanya Desica curiga.
“Gapapa
darl, lagi males aja hehe.” Ern
memaksakan tersenyum.
Ern
memang belum memberitahukan semuanya pada Desica, sahabatnya sendiri. Ern
dipindahkan karena alasan yang sangat irasional. Selain karena Ern ketahuan
berpacaran, orang tua Ern juga tidak bisa jauh dari Ern, anak perempuan
satu-satunya. Keluarga Ern selalu menganggap Ern sebagai bocah kecil yang belum
seharusnya tinggal jauh dari sang orang tua. Namun berbeda dengan pendapat
Ern.Ern merasa ia sudah dapat mengatasi semuanya. Ia sudah besar, ia tahu mana
yang benar dan salah. Ern juga mempunyai kakak angkat yang selalu mengajarkan
kebenaran, Kak Lafi. Kak Lafi adalah teman sekamar Ern yang sudah dianggap
kakak oleh Ern. Bagi Ern, Kak Lafi adalah suri tauladan, sahabat, kakak, juga
keluarga keduanya.
Bel
istirahat berbunyi, biasanya Ern dan Desica langsung lari menuju kantin membeli
roti isi cokelat dan choki choki sekaligus minuman mineral. Namun kali ini
berbeda. Setelah pindah kelas, Ern lebih memilih diam di kelsa dan lebih
mendekatkan diri dengan anak-anak kelas. Ya, sekolah Ern menerapkan sistem moving class. Ern membaur dengan anak
kelas. Itu membuat salah satu teman Ern, Dian heran. Dian bertanya pada Ern
mengapa sikap Ern begitu berbeda hari ini. Ern ingin memberitahukan semuanya,
tetapi tiba-tiba mama Ern menelfon Ern untuk segera ke ruang BK. Lalu Ern
menuju ruang BK di lantai dua. Ern menitipkan tas Ern pada Desica. Ern
bermaksud agar setelah dipanggil di ruang BK, ia masih dapat mengikuti
pelajaran “terakhir” bukan langsung pulang.
Di
ruang BK, Ern melihat mama dengan cemas. Ern terus berdoa dalam hati agar
kepindahannya di gagalkan. Ern mendekati sang mama yang sudah berhadapan dengan
guru BK kelas X, Ibu Siti. Ibu Siti mempersilahkan Ern masuk setelah Ern mengucap
salam. Ern duduk di sebelah sang mama. Obrolanpun dimulai dengan pertanyaan
dari Ibu Siti.
“Ern,
kenapa pengen pindah? Ern ada masalah sama temen Ern?” Tanya Ibu Siti lembut.
Ern langsung teringat. ‘De, besok kalo ditanya kenapa pindah bilang kamu yang
pengen ya. Biar gampang pindahnya.’ Ucapan tersebut membayangi Ern.
“Kalo
ada masalah sama temen, cerita aja. Biar diselesein. Tapi penyelesaiannya bukan
dengan Ern pindah juga kan.” Ujar Bu Siti bijaksana. Ern tersadar dari
lamunannya.
“Engga
Bu. Ern pengen pindah aja. Temen-temen Ern baik semua. Ern suka mereka. Mereka
juga pada sayang sama Ern. Banyak yang ngedukung Ern. Banyak kakak kelas yang
akrab dan sayang sama Ern. Ern ga ada masalah sama sekali sama mereka Bu.” Ucap
Ern, suaranya mulai menggetar. Ern melihat ke arah mama. Bu Siti seperti
mengetahui sesuatu.
“Ern
pindah bukan karena mama kan? Jangan-jangan Ern disuruh mama pindah. Disini Ern
nyaman kan?” tanya Bu Siti. ‘Nyaman
banget, Bu. Ern ga mau pindah. Ern sayang sama temen-temen Ern. Ern sayang sama
Dewa. Ern betah banget disini. Ern pengen disini. Ern suka sama apa yang
sekarang dihadapan Ern. Disini Ern sangat dihargai, Bu. Ern senang. Beda sama
waktu di sana, Bu. Ern ga mau pindah Bu. Ern ga mau jatuh lagi. Ern udah nyaman
Bu. Tuhan, bantu Ern. Jangan pindahin Ern. Ern mohon Tuhan’ batin Ern.
“Engga.
Ern kan yang minta pindah. Ya kan sayang?” mama Ern menjawab.
“Bukan
gitu, Bu. Kadang kalo kita memaksakan
kehendak anak, anak akan depresi dan mempengaruhi kehidupannya loh, Bu.” Terang
Bu Siti ‘Iya bener banget. Ayo Bu Siti,
bantu Ern, Bu.’ Lagi-lagi hanya batin yang bicara. Ern hanya bisa memandang
kedua wanita paruh baya tersebut.
“Nilai-
nilai Ern gimana? Ada yang sulit? Kalo pindah Ern mau kemana?” Bu Siti
menyentuh pundah Ern dengan lembut. Ern langsung merasa seperti tersengat
aliran listrik seribu volt. Bukan seribu. Beribu-ribu volt. Muka Ern sudah
memanas. Lagi-lagi ibu yang melahirkan Ern ke dunia fana ini yang menjawab.
“Nilai
Ern bagus-bagus. Kemaren dia ngomong kalo nilainya mulai meningkat. Kalo pindah
di kotanya udah ada yang mau nerima. SMA X.” Kata mama. Ern hanya mengehela
nafas. Bu Siti mulai memperlihatkan wajah prihatin ke arah Ern. Muka Ern nampak
mulai memerah. Ern tak kuasa mendengar semuanya.
“Di
SMA X juga SBI? Kalo disini kan sudah SBI, lulusannya bisa terjamin. Ern
nantinya juga bisa menyesuaikan kemana dia masuk ke perguruan tinggi. Lebih
bisa menyesuaikan.” Tanya Bu Siti.
“Iya.
Sudah SBI. Kakaknya Ern juga lulusan SMA X, dia sekarang keterima di STAN.”
Jawab mama Ern. ‘Ya Tuhan. Ern ingin ikut
pelajaran lagi. Ern masih pengen sama temen-temen Ern.’
“Ya
sudah kalau begitu, Ibu sekarang ke ruang kepala sekolah aja. Ngomong sama
Kepala Sekolah langsung saja. Saya disini hanya membantu memecahkan masalah.
Kalau ternyata kemauan Ern sudah bulat ingin pindah, ya mau bagaimana lagi.” Bu
Siti menyerah. ‘Tuhaaaaan. Bagaimana
Tuhan? Engkau tidak akan membantu makhluk-Mu kah?’ hati Ern menangis.
Ern
keluar dari ruangan Bu Siti. Di ruang tunggu, Ern bertemu dengan Edo. Kakak
alumni, juga salah satu anggota Pasukan Inti –Ern juga mengikuti extra
tersebut-. Edo memang sudah dekat dengan keluarga Ern karena orang tua Ern
mengerti bahwa Edo sangat baik terhadap putrinya.
“Eh,
Edo. Tau kah kalo Ern mau pindah?” tanya mama Ern.
“Iya
tante. Kenapa harus pindah tan? Kan sayang. Ern udah klop banget sama
temen-temennya loh tant.” Ucap Edo. ‘ayo
Kak Edo. Bujuk mama. Tolongin aku biar ga pindah. Tolong Kak Edo. Tuhan, apakah
Kau menunjuk Kak Edo untuk menolongku kali ini?’ gumam Ern dalam hati.
Ern,
sang mama dan Edo berjalan menuju Kantor KepSek. Ditengah jalan, Ern meminta
pada bundanya agar ia masuk kelas, sedang mama mengurus kepindahannya. Mama Ern
mengiyakan. Ern di antar mama dan Edo menuju ruang fisika. Ern membuka pintu
kelas. Tak disangka, ternyata Ern membuka pintu yang salah. Ia membuka pintu
kelas dua belas IPA.
Ern
masuk didalam kelas fisika tersebut. Desica langsung memanggil nama Ern. Ern
menghampiri Desica dan memeluk Desica. Tas Ern sudah dibawakan pula. Tiba-tiba
guru fisika Ern, yang notabene adalah saudara sepupu Ern berkata, “Kamu tega
Ern, ninggalin temen-temen kamu?” Ern hanya tersenyum pada pada guru fisika,
Pak Won. “Nanti sekretaris kamu jadi pengangguran loh.” Sambung Pak Won. Memang
telah menjadi kebiasaan Ern dan Desica. Jika salah satu dari mereka tidak
membawa buku catatan, maka salah satu dari mereka akan menulis dibuku lainnya.
Waktu itu Desica tidak membawa buku catatan fisika, maka Desica mencatat
pelajaran pada buku Ern. Begitu juga sebaliknya, dulu, ketika Ern tidak membawa
buku bahasa indonesia, maka Ern mencatat pelajaran bahasa indonesia di buku
milik Desica.
“Ern,
kamu tega ninggalin kita-kita? Nanti yang jadi sekretaris siapa coba?” celetuk
Hilmy dari belakang kelas. Ern mengikuti pelajaran tetapi tidak satupun dari
pelajaran yang dapat ia terima.
Beberapa
menit kemudian, handphone Ern bergetar. Sebuah pesan singkat masuk. Ternyata
dari salah satu kakak kelas Ern, Kak Raras. Dia memberitahukan agar Pasukan
Inti nanti sepulang sekolah jangan langsung pulang, melainkan berkumpul
sebentar di lapangan. Ern sudah berfirasat. Ia ingin menangis saat itu juga.
Ern melihat kehadapan Desica. Ternyata dia tahu. Ia langsung memeluk Ern.
Adek Willii :')
ReplyDeletewill Y kakak sayaaaang haha :')
ReplyDeleteini masih berlanjut loooh. udah baca belom??
ReplyDelete