Saturday, March 30, 2013

Hati Yang Tertinggal (Part 3)




Clara masih tercengang. Dan melihat ke Bernant. Tak dapat dibendung, Clara bertanya.
“Maksud lo ajak gue kemari ngapain? Elo ga inget selama ini kita bukan temen? Lo amnesia? Lo masih waras kan?” Bernant dibanjiri pertanyaan. Tidak menjawab, Bernant tetap melajukan mobilnya. Lagi-lagi dia ga jawab pertanyaanku, runtuk Clara.
Mereka memasuki pemukiman warga. Bukannya berhenti, Bernant tetap menginjak pedal gas. Akhirnya mereka menjumpai pemukiman berpenduduk sedikit, dan bertempat di atas bukit.
Ber? Lo ga lagi mimpi kan bawa gue kesini?” ulang Clara. Bukannya menjawab, Bernant turun dari mobil dan membawa barang-barangnya turun.
“Baju lo udah ada di bagasi.” Kata Bernant dari bagasi. Clara masih terpaku di tempat duduknya.
“Lo mau turun kaga?” tanya Bernant membuka pintu Clara.
“Aih iya iya. Sabar dikit kek. Lo dapet baju gue dari mana?” tanya Clara tersadar.
“Nyokap lo.” Kata Bernant singkat.
Clara mengikuti Bernant berjalan menuju suatu rumah. Clara tidak tahu rumah siapa. Rumahnya unik. Bergaya Belanda. Atau mungkin memang peninggalan Belanda. Semua sudut ruangan di cat putih kecuali satu ruang yang berwarna merah.
“Ko? Lo beda banget. Lo diem gitu kenapa sih?” tanya Clara ragu.
“Ini rumah nyokap gue. Dia ngasih ini waktu gue kecil. Karena gue ga mau, akhirnya rumah ini dikosongin. Sampe sekarang.” Kata Bernant.
“Oh gitu.” Singkat Clara. Gue tanya apa, jawabnya apa, batin Clara.
“Gue suka warna merah, gue ke kamar yang catnya merah yaaa.” Pinta Clara. Belum sampai daun pintu, Bernant menyergahnya.
“Lo di kamar deket kamar gue.” Kata Bernant sembari mengambil tas Clara.
“Bzzz banget deh lo. Terserah deh.”
Clara masuk ke kamarnya. Mengunci diri. Seusai beberes, Clara merasakan letih. Ia berbaring dan memejamkan mata.
Diluar, Bernant belum sempat merilekskan tubuh. Ia terus bergerak. Beberes dan sekarang ia menyiapkan sesuatu di taman belakang.
Di rumah tersebut, hanya ada Bernant, Clara dan Mang Parjo, penjaga rumah tersebut. Selagi Bernant menyiapkan, Mang Parjo bersih-bersih taman.
“Mbak-mbak niku sinten, Den?” tanya Mang Parjo.
“Oh, anaknya temen papah, Mang. Mang Parjo udah makan?” kata Bernant
“Dereng, hehe.” Ucap Mang Parjo malu.
“Dhahar dulu Mang. Didalem ada makanan kan? Saya bisa nyelesein ini sendiri kok.” Kata Bernant bijak.
“Inggih, kula mlebet riyin nggih Den. Matur nuwun.” Mang Parjo membungkukkan badannya sebelum meninggalkan Bernant.
Mang Parjo memang sudah dipercaya untuk menjaga rumah sejak rumah itu dibangun. Bernant tidak begitu suka tinggal di rumah tersebut karena suatu hal.
Malam tiba. Clara bangun dan memutar tubuhnya, mengulet. Ia terkejut saat ia menginjak lantai. Ada sepucuk surat tergelatak. Clara membacanya.
Gue tunggu di bawah pohon terbesar...
Clara tahu itu surat dari Bernant. Tulisan Bernant pernah diperlihatkan oleh Gaby. Ia mandi dan berdandan ala kadarnya. Ia belum tahu pasti apa yang akan direncanakan Bernant.
Setelah acara dandan selesai, mata Clara tertarik oleh suatu benda mungil. Di gorden jendelanya, terpasang jepit rambut berwana hitam. Berkilau terbubuhi beberapa permata. Clara bingung. Ia melihat ke jendela seberangnya. Ia dapat melihat taman belakang. Ia ingat pohon besar hanya ada di taman belakang. Dan sontak, Clara terkaget. Taman belakang sudah tersulap menjadi taman impian. Nuansa putih ditiap sudut. Ia tak tahu apa yang terjadi, maklum karena terlalu lelah ia tidur seharian. Clara masih menatap taman belakang dari balik jendelanya. Tiba-tiba terdengar suara pintu diketok. Clara menghampiri pintu dan membukanya. Ternyata Mang Parjo.
“Den Ayu, niki saking Den Bernant.” Kata Mang Parjo sembari memberikan kotak besar.
“Makasih Mang. Eh Mang, itu ditaman belakang mau ada acara apa? Ko udah didekor gitu ya?” tanya Clara.
“Mamang mboten ngertos, Den. Den Bernant dari tadi yang buat.” Jelas Mang Parjo
Mang Parjo kemudian pergi meninggalkan Clara. Clara masuk kamar dan menutup lagi pintunya. Ia berfikir. Apa isi dalam kotak tersebut. Lalu Clara membuka kotak tersebut. Sambil berjalan menuju kasur, ia mulai membuka kotak berwarna merah tersebut. Clara duduk di bibir kasurnya, dan melihat isi kotak itu. Ia terkejut. Dress merah maroon tergeletak di kotak itu. Clara mengambil dan melebarkannya. Sangat elegan dan seksi. Ia tak tahu maksud Bernant. Ia melihat ke arah taman belakang lagi. Ternyata sudah ada tulisan “PAKAI DRESS ITU” di depan jendela Clara. Clara menengok ke arah taman. Namun nihil. Akhirnya Clara mengganti bajunya dan memakai dress tersebut. Dress merah tanpa lengan, potongan bawah lutut kini telah menempel di badan Clara. Ia melirik jepit rambut hitam tersebut. Tapi tidak ia gunakan. Jam menunjukan pukul delapan malam. Clara keluar kamar dengan hati yang berdebar. Mang Parjo telah memberitahukan Clara agar segera menuju taman belakang. Clara masih belum paham apa yang akan terjadi.
Di taman belakang, Clara melihat sekelilingnya. Namun ia tak menemukan siapapun disana. Kemudian Clara berjalan mendekati kursi taman dan duduk. Ia masih heran, juga penasaran. 

                                                                                to be continued...

No comments:

Post a Comment