“Tiap
gue ketemu dia, gue berasa sial mulu, Gab.” Ungkap Clara, turun dari mobil.
“Haha
itu sih sangka lo aja.”
“Kita
misah disini ya. Gue harus ketemu Sammy dulu. Bye Claraaaa.” Gaby melambaikan
tangan.
Gaby
yang menemui Sammy, langsung menceritakan semuanya. Rencananya sedikit berubah.
Namun niat untuk menjadi mak comblang tetap ada.
“Clara,
gue mau ketemu lo ke kantin sekarang yaaa.” Gaby menelfon Clara. Clara yang
sedang sibuk menjiplak tugas dari perpus sontak bingung. Tumben Gabriel
menyuruhnya bertemu di kantin saat jam kuliah, pikir Clara.
Sesampainya
di kantin Clara duduk, melihat sekitar.
Ia tak dapat menemukan sosok Gabriel dimanapun, malah, ia menemukan sosok
familier yang dianggapnya pembawa sial, Bernant. Clara ingin meninggalkan kantin.
Namun terlambat, Bernant melihat Clara.
“Clara!”
seru Bernant. Mampus gue, batin Clara. “Clara, tunggu gue.” Bernant mengejar langkah
Clara yang semakin cepat.
Akhirnya
Bernant berhasil meraih tangan Clara. Bernant mencengkeram tangan itu sehingga
yang punya mengaduh.
“Apaan
sih lo, rese abis.” Umpat Clara. Bukannya melepas, Bernant mencengkeram lebih
kuat dan menyeret Clara. Tampang Bernant yang semula jahil, sekarang berubah
menjadi serius. Clara ketakutan setengah hidup.
“Elo
diem atau gue remes tangan lo!” bentak Bernant. Clara hanya bisa terdiam. Ia
tak tahu harus melakukan apa. Tanpa sadarnya, ia tak dapat melepaskan dirinya.
Bernant
membawa Clara ke mobil merahnhya. Clara takut bukan main. Ia ingin bertanya
tetapi tampang Bernant seperti manusia berdarah dingin yang tak segan untuk
membunuh mangsanya.
“Ber,
kita mau kemana?” tanya Clara dengan nada ketakutan. Akhirnya ia dapat
mengungkapkan seluruh tanda tanya yang menyelimuti.
“Diem
aja. Lo masuk ke mobil.” Jawab Bernant singkat. Clara seperti terhipnotis, ia
mengikuti dan masuk ke mobil merah Bernant.
Disepanjang
perjalanan, Bernant hanya terpaku pada jalanan didepan mata. Sedangkan Clara memainkan
ujung bajunya. Tegang. Hanya suasana ruang hampa dalam mobil tersebut. Clara
masih menyimpan tanda tanyanya yang belum terjawab itu. Namun ia urung untuk
mengutarakannya.
Bernant
mengemudikan mobil melewati perbatasan kota. Degup jantung Clara semakin dapat
terdengar. Mengetahui Clara cemas, Bernant mengusap rambut Clara.
“Anjir.
Lo ngapain? Mau ngapain lo? Berhenti!” teriak Clara. Clara menyangka Bernant
bakal berlaku senonoh pada dirinya.
“Shut
up! Bukan maksud gue. Mana mau gue ngelakuin begituan sama lo. Gue tau lo
cemas. Makannya gue mau nenangin elo.” Kata Bernant ketus. Clara yang baru
sadari itu, merasa malu dan membenamkan mukanya.
“Elo
tenang aja udah. Gue udah ngomong bokap nyokap lo kalo gue mau nyulik lo. Jadi
hari ini, sehari full lo milik gue.” Kata Bernant menenangkan.
Clara
tetap diam. Dia hanya melihat jalan. Clara mengerti jalan fikiran sang ayah.
Dari awal sewaktu ia diperkenalkan pada Bernant, terlihat secercah harapan di
mata ayahnya itu. Jalan semakin terjal, semakin naik dan udara semakin dingin.
Clara tercengang melihat pemandangan unik. Hamparan sawah di kanan kiri jalan,
didepan ada baudara semakin dingin. Clara tercengang melihat pemandangan unik.
Hamparan sawah di kanan kiri jalan, didepan ada sebuah gunung besar entah apa
namanya. Clara tak yakin apa maksud Bernant membawanya ke tempat ini.
“Welcome
to Balalukang Village.” Kata Bernant
to be continued....
No comments:
Post a Comment