Thursday, February 14, 2013

Hati Yang Tertinggal (Part 2)


“Tiap gue ketemu dia, gue berasa sial mulu, Gab.” Ungkap Clara, turun dari mobil.
“Haha itu sih sangka lo aja.”
“Kita misah disini ya. Gue harus ketemu Sammy dulu. Bye Claraaaa.” Gaby melambaikan tangan.
Gaby yang menemui Sammy, langsung menceritakan semuanya. Rencananya sedikit berubah. Namun niat untuk menjadi mak comblang tetap ada.
“Clara, gue mau ketemu lo ke kantin sekarang yaaa.” Gaby menelfon Clara. Clara yang sedang sibuk menjiplak tugas dari perpus sontak bingung. Tumben Gabriel menyuruhnya bertemu di kantin saat jam kuliah, pikir Clara.
Sesampainya di kantin Clara duduk,  melihat sekitar. Ia tak dapat menemukan sosok Gabriel dimanapun, malah, ia menemukan sosok familier yang dianggapnya pembawa sial, Bernant. Clara ingin meninggalkan kantin. Namun terlambat, Bernant melihat Clara.
“Clara!” seru Bernant. Mampus gue, batin Clara. “Clara, tunggu gue.” Bernant mengejar langkah Clara yang semakin cepat.
Akhirnya Bernant berhasil meraih tangan Clara. Bernant mencengkeram tangan itu sehingga yang punya mengaduh.
“Apaan sih lo, rese abis.” Umpat Clara. Bukannya melepas, Bernant mencengkeram lebih kuat dan menyeret Clara. Tampang Bernant yang semula jahil, sekarang berubah menjadi serius. Clara ketakutan setengah hidup.
“Elo diem atau gue remes tangan lo!” bentak Bernant. Clara hanya bisa terdiam. Ia tak tahu harus melakukan apa. Tanpa sadarnya, ia tak dapat melepaskan dirinya.
Bernant membawa Clara ke mobil merahnhya. Clara takut bukan main. Ia ingin bertanya tetapi tampang Bernant seperti manusia berdarah dingin yang tak segan untuk membunuh mangsanya.
“Ber, kita mau kemana?” tanya Clara dengan nada ketakutan. Akhirnya ia dapat mengungkapkan seluruh tanda tanya yang menyelimuti.
“Diem aja. Lo masuk ke mobil.” Jawab Bernant singkat. Clara seperti terhipnotis, ia mengikuti dan masuk ke mobil merah Bernant.
Disepanjang perjalanan, Bernant hanya terpaku pada jalanan didepan mata. Sedangkan Clara memainkan ujung bajunya. Tegang. Hanya suasana ruang hampa dalam mobil tersebut. Clara masih menyimpan tanda tanyanya yang belum terjawab itu. Namun ia urung untuk mengutarakannya.
Bernant mengemudikan mobil melewati perbatasan kota. Degup jantung Clara semakin dapat terdengar. Mengetahui Clara cemas, Bernant mengusap rambut Clara.
“Anjir. Lo ngapain? Mau ngapain lo? Berhenti!” teriak Clara. Clara menyangka Bernant bakal berlaku senonoh pada dirinya.
“Shut up! Bukan maksud gue. Mana mau gue ngelakuin begituan sama lo. Gue tau lo cemas. Makannya gue mau nenangin elo.” Kata Bernant ketus. Clara yang baru sadari itu, merasa malu dan membenamkan mukanya.
“Elo tenang aja udah. Gue udah ngomong bokap nyokap lo kalo gue mau nyulik lo. Jadi hari ini, sehari full lo milik gue.” Kata Bernant menenangkan.
Clara tetap diam. Dia hanya melihat jalan. Clara mengerti jalan fikiran sang ayah. Dari awal sewaktu ia diperkenalkan pada Bernant, terlihat secercah harapan di mata ayahnya itu. Jalan semakin terjal, semakin naik dan udara semakin dingin. Clara tercengang melihat pemandangan unik. Hamparan sawah di kanan kiri jalan, didepan ada baudara semakin dingin. Clara tercengang melihat pemandangan unik. Hamparan sawah di kanan kiri jalan, didepan ada sebuah gunung besar entah apa namanya. Clara tak yakin apa maksud Bernant membawanya ke tempat ini.
“Welcome to Balalukang Village.” Kata Bernant
                                                                                      to be continued....

No comments:

Post a Comment